top of page

Ibu al madarasatul ula


Kali ini di #IbuProfesional6th ada gagasan tentang #changemakerfamily. Apa itu #changemakerfamily? bisa disimak disini penjelasannya.

Saya yang biasanya tidak membuat target² diawal tahun, kali ini mencoba belajar bermimpi tentang target apa saja yang ingin saya capai di tahun ini.

Hmmmm... Target yang saya buat kali ini tentunya tidak jauh² dari apa yang sudah saya upayakan selama ini, yaitu menjadikan rumah sebagai pintu gerbang peradaban.

Berawal dari beberapa tahun yang lalu saat si sulung mengatakan 'hanif ga mau sekolah, hanif maunya sekolahnya sama bunda'

saat itu suami meminta saya untuk berhenti bekerja dan fokus mendidik anak-anak saya.

Awalnya orang tua yang tidak bisa menerima, merasa aneh jika anak tidak sekolah, akan jadi apa mereka jika tidak sekolah..

Sulit jika hanya dijelaskan dengan kata-kata. Karena saya membutuhkan waktu untuk bisa membuktikan bahwa saya benar-benar akan berusaha mendidik mereka.

Alhamdulillah akhirnya setelah melihat bagaimana perkembangan hanif,( 7 tahun) yang mulai memiliki kesadaran untuk melaksanakan sholat tanpa paksaan, orang tua pun merestui saya untuk mendidik cucu²nya.

Bahkan ada seorang tetangga yang berprofesi sebagai kepala sekolah, melihat bagaimana perkembangan hanif sekarang, dia  mengusulkan agar saya mengajar anak-anak para jamaah masjid yang masih kecil. (anak-anak usia pra school)

Namun ini perlu proses panjang tentunya. tidak hanya sekedar penitipan anak 😁

Disini yang ingin saya tularkan konsepnya.

Ibu al madarasatul ula

ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anak nya. Mengembalikan peran ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak nya.

Miris melihat bagaimana kondisi yang terjadi di masyarakat kita saat ini.

Teringat kejadian beberapa hari yang lalu, seorang anak tetangga datang ke rumah. Anak kelas 3 sd, minta pasword Wi-Fi sambil bawa buku.


Saya tanya buat apa?


Buat kerjain tugas ini. (nunjuk halaman yang mau dikerjakan)


Di buku apa tidak ada?


Ga ada katanya (dan saya bolak balik bukunya ternyata memang tidak ada pembahasan tentang pertanyaan yang diberikan).

Bukunya model tematik. Perintah didalam bukunya 'carilah informasi yang tersebar luas di sekitarmu.


Saya tanya ke anak itu, apa ga ada buku yang lain?

Ga ada katanya


Trus kalo ga ada di buku, kalo pas di kelas sama gurunya disuruh gimana?


Disuruh nyari di internet


Emang semua anak di kelas bawa hape?


Iya,  katanya


Ada kuota internet nya?


Tidak


Di sekolah disediakan fasilitas Internet?


Nggak katanya

...


Mendengar penjelasannya saya hanya melongo, bingung tak tahu harus berkata apa. Anak di sekolahkan jauh-jauh dari rumah ke sekolah hanya untuk googling di internet. Semaju inikah pendidikan kita.?



Tidak salah googling di internet, sayapun sering melakukannya. Tapi untuk sekelas anak kelas 3 sd, diminta browsing sendiri di internet tanpa pengawasan guru/orang tua??

Logika saya, 1 kelas 1 guru dengan murid 30-40 siswa, tidak mungkin guru akan mengawasi 1 per 1 muridnya kan?

Mungkin ada 1-2 anak yang akan benar-benar serius mencari jawabannya. Tapi saya yakin, di kelas itu banyak anak-anak macam saya yang mudah teralihkan konsentrasinya ketika melihat gambar/membaca informasi yang lebih menarik lainnya.


Ini jika informasi yang didapat positif. Kita sendiri tau, bagaimana dunia maya itu. Orang tua saja banyak yang tersesat terselesaikan masuk di alam per-game-an atau ke dunia pornoaksian..


Apalagi anak kelas 3 sd?

Jujur saya tidak tahu mana yang patut disalahkan, kurikulum nyakah?

Sistem

gurunya di sekolah anak inikah? atau anaknya sajakah?

Disinilah yang ingin saya ubah

saya ingin mengajak para ibu untuk mau belajar lagi membersamai mendidik anak-anak mereka

Namun jauh sebelum itu, saya  harus bisa membuktikan bahwa saya bisa menjadi ibu al madarasatul ula bagi anak-anak saya.

Ini mimpi saya..  saya berharap saya bisa saling bergandengan tangan dengan ibu-ibu lainnya untuk menjadi madarasatul ula

Because We need a Village to raising a child
45 views0 comments
bottom of page