top of page
jurnalisistint2023

5 Cara Membuat Tulisanmu Naik Level

Merasa tulisanmu biasa-biasa saja dan masih kurang menarik? Ingin membuat tulisanmu naik level sehingga semakin dilirik pembaca dan penerbit?


Tuesday Talk Series yang diselenggarakan oleh Lumbung Ilmu Ibu Profesional pada 14 Maret 2023 lalu menghadirkan Mbak Zakiyah Darojah, praktisi literasi dan Mbak Wita Maulida, penulis buku anak. Ada beberapa cara jitu menulis yang bisa dikulik dari Kick Off Praktisi 2023: Women Literacy Festival tersebut. Apa sajakah tipsnya? Yuk, disimak!


1. Identifikasi value yang kita miliki

Cerita yang memikat umumnya memiliki value yang kuat. Value merupakan motivasi kita dalam menulis yang akan memuat kita pantang berhenti hingga berhasil, atau biasa disebut sebagai strong why. Menurut mbak Zakiyah yang sudah banyak menghasilkan karya baik novel pribadi maupun antologi, setidaknya ada dua hal yang bisa menjadi value kita:

  • Kebahagiaan apa yang Anda dapatkan?

Berbagi pengalaman bahagia bisa menjadi value kuat dalam tulisan kita. Mbak Zakiyah mencontohkan buku karyanya yang berjudul “40 Hari Keliling Eropa”. Buku ini mengangkat cerita Mbak Zakiyah dari “anak dusun” asal Purwokerto yang melanglang buana ke Eropa.

  • Penderitaan apa yang pernah Anda alami?

Ketika Pak B.J. Habibie melalui masa-masa berat ditinggalkan oleh istrinya, beliau menuliskan curahan hatinya dalam buku “Habibie & Ainun”. Buku yang dituliskan dengan penuh perasaan ini kemudian dicintai oleh khalayak dan diangkat menjadi beberapa film yang tak kalah laris. Contoh lain adalah buku “I am Malala”, buku yang dituliskan oleh Malala Yousafzai, gadis yang ditembak di tengah perjuangannya untuk mengenyam pendidikan. Menurut Mbak Zakiyah, penderitaan bisa menjadi aset dalam berkarya.


2. Buatlah tulisan yang terinspirasi pengalaman pribadi secara elegan

Naskah tulisan yang baik adalah tulisan yang ditulis dengan riset yang mendalam. Oleh karena itu, menulis berdasarkan pengalaman tentu memiliki keunggulan tersendiri.

Contohnya adalah buku anak karya Mbak Wita Maulida yang berjudul “Teman Pertamaku”. Buku yang mengangkat tema inklusif ini dituliskan berdasarkan pengalaman Mbak Wita sendiri bersama Bu Lik-nya yang merupakan anak istimewa.

Namun penulis juga perlu berhati-hati agar tulisannya tidak sekadar menjadi pelampiasan curhat. Menurut Mbak Zakiyah, tulisan berdasarkan pengalaman bisa dibaca orang lain ketika kita sudah mampu memposisikan diri sendiri sebagai orang ketiga atau pengamat dan bisa mengambil hikmahnya. Jika belum? Tidak apa-apa, tetap tuliskan meski untuk diri sendiri, karena inilah fungsi menulis sebagai sarana terapi.


3. Angkat tema yang tidak umum, tapi bermanfaat bagi pembaca

Banyak sekali buku yang diterbitkan setiap tahunnya. Apa yang membuat buku kita menarik? Tentu harus ada keunikan yang menjadi nilai pembeda. Tak asal unik, tulisan akan semakin diminati ketika keunikan itu mampu menginsipirasi pembacanya. Contohnya adalah tema inklusivitas yang mengenalkan penerimaan atas perbedaan. Pas sekali, Tuesday Talk Series ini membawa tajuk "Membangun Lingkungan yang Inklusif melalui Literasi".


Menurut Mbak Wita, ketika mengangkat suatu keunikan, kita tetap harus fokus ke tujuan penulisan naskah itu sendiri. Misalnya saat menulis buku anak yang mengangkat inklusivitas, fokus utama tetap harus berada di dunia anak-anak. Inklusivitas dapat diangkat menjadi unsur sampingan secara halus. Harapannya, tulisan yang dihasilkan bisa memiliki cita rasa yang khas tapi tetap enak dicerna.


4. Buat to-do-list yang jelas

Siapa yang punya banyak ide tulisan tapi eksekusinya terabaikan? Penulis kadang terserang writer’s block yang membuat ide macet. Untuk mengantisipasinya, Mbak Wita menyarankan penulis agar memiliki to-do-list yang jelas, dan memecah progress menulis dalam beberapa tahap. Ketika mulai stuck, penulis dapat rehat sejenak untuk memperoleh ide-ide segar. To-do-list yang telah disusun kemudian akan menjadi pakem agar penulis dapat kembali melanjutkan progress naskah yang sempat dianggurkan tadi.


5. Terus memperkaya ilmu dan lakukan sertifikasi jika perlu

Menulis, seperti keahlian lain, perlu terus dilatih agar semakin berkembang. Dengan mengikuti pelatihan menulis, kemampuan pun semakin terasah, penulis juga dapat menemukan gaya tulisan yang paling cocok dengan dirinya sendiri.


Agar semakin berkembang, penulis bisa juga melakukan sertifikasi. Beberapa pekerjaan menulis yang spesifik memerlukan sertifikasi. Contohnya proyek menulis buku pengayaan pemerintah yang memerlukan sertifikasi penulis buku nonfiksi.


Nah, tertarik menyimak tips menarik lainnya? Yuk, jangan lewatkan Tuesday Talk Series yang diadakan oleh Lumbung Ilmu Ibu Profesional! (Affina/Intrnshp)

30 views0 comments

Comments


bottom of page