
Entah kenapa, hubungan menantu-mertua terkesan menjadi hubungan yang menakutkan. Umumnya yang menakutkan adalah hubungan menantu perempuan dengan mertua perempuan. Perbedaan nilai yang dianut menjadi penyebab utama.
Lha, belum nikah saja sudah sering mendengar betapa enggak enaknya hubungan menantu-mertua. Belum nikah sudah diwanti-wanti untuk menjadi menantu yang mengalah dan tidak pernah membantah.
Macam Kerikil Hubungan Menantu-Mertua
Konflik hubungan menantu mertua sangat beragam. Menantu yang serumah dengan mertua biasanya akan menghadapi konflik yang lebih banyak dibandingkan menantu yang tidak serumah.

Pepatah Jawa mengatakan, adoh mambu wangi, cedhak mambu tai.
Pepatah ini sebenarnya tidak hanya berlaku pada hubungan menantu dan mertua, tetapi juga berlaku pada hubungan saudara, tetangga atau orang lain. Hanya saja, memang, hubungan menantu-mertua terkesan lebih riskan dibandingkan hubungan dengan orang lain karena berpengaruh langsung pada keharmonisan hubungan suami-istri dalam keluarga inti.
Membangun hubungan yang harmonis antara menantu-mertua, harus diketahui terlebih dahulu apa gerangan penyebab konflik dalam hubungan menantu-mertua. Setiap orang mempunyai kerikil yang berbeda pada hubungan menantu-mertua, tidak bisa disamaratakan.
Perbedaan Budaya Keluarga

Budaya yang dimaksud disini bukan perbedaan budaya yang berkaitan dengan suku bangsa, tetapi budaya keluarga dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Misalnya, mertua cenderung bergaya hidup tradisional dengan posisi perempuan sebagai pelayan keluarga dari sumur, dapur kasur. Sementara menantu menganut gaya hidup modern yang tidak lagi berkutat pada ranah sumur, dapur kasur dengan prinsip pendelegasian, bahkan tidak jarang suami terlibat langsung dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Perbedaan budaya ini bisa memicu konflik antara menantu-mertua karena mertua tidak berkenan anaknya melakukan sesuatu yang dianggap tabu. Mertua tidak suka anak perempuannya ikut mencari uang karena seharusnya ia hanya berurusan dengan anak dan rumah tangga. Atau mertua tidak suka anak laki-lakinya ikut terjun dalam pekerjaan rumah tangga karena laki-laki adalah raja yang seharusnya serba dilayani.
Apakah Bunda sedang mengalami konflik seperti ini? Memperbaiki hubungan menantu-mertua yang berangkat dari perbedaan budaya keluarga membutuhkan komunikasi produktif dalam menyampaikan budaya keluarga yang sedang kita jalani sekarang.
Gap Generasi Menantu-Mertua

Ilmu pengasuhan dan keluarga semakin hari semakin berkembang pesat. Bagaimana kita menangani apa-apa yang terjadi di dalam keluarga, sangat berbeda dengan bagaimana orang tua kita menangani masalah keluarga pada jamannya.
Apalagi jika perbedaan umur menantu-mertua terbilang jauh, gap generasi pada menantu-mertua bisa menyebabkan konflik yang mengganggu jika kita tidak mampu menjembatani.
Bagaimana mengasuh anak yang baru lahir pada menantu-mertua yang gap generasinya panjang bisa memicu konflik. Apakah bayi boleh dipakaikan gurita dan bedong. Memberikan kopi selama beberapa kali agar bayi tidak mengalami step/ kejang. Memberikan gelang anti sawan.
Rasanya, konflik menantu-mertua yang berakar dari gap generasi akan selalu ada sepanjang kehidupan karena nilai yang dianut seringkali berbeda. Nilai pengasuhan jaman sekarang dengan jaman dulu tentu saja cukup berbeda. Jika tidak dikomunikasikan dengan baik, bukan tidak mungkin akan menimbulkan konflik yang memicu konflik yang lebih besar.
Intervensi yang Berlebihan pada Keluarga Inti

Mertua yang terlalu ikut campur keluarga inti menantunya atau menantu yang terlalu ikut campur pada persoalan keluarga inti mertua, bisa menjadi pemicu konflik yang harus diselesaikan segera. Jika tidak segera diselesaikan akan menjadi bola salju yang bisa menghancurkan keluarga.
Biasanya, intervensi orang tua pada keluarga anaknya disebabkan karena orang tua merasa lebih berpengalaman dan anaknya dianggap masih kecil yang membutuhkan panduan orang tua terus-menerus.
Anak harus tegas mengambil langkah agar orang tuanya tidak terlalu ikut campur dalam mengambil keputusan keluarganya. Bagaimana cara anak memberi tahu orang tuanya agar tidak terlalu ikut campur, lagi-lagi, membutuhkan komunikasi produktif antara anak-orang tua dan mertua-menantu.
Membangun Hubungan Mertua-Menantu yang Harmonis

Mertua adalah orang tua kedua, yang seharusnya bisa kita hormati dan perlakukan sebagaimana kita memperlakukan kedua orang tua kandung dengan sebaik-baiknya. Memperlakukan mertua dengan hormat dan sebaik-baiknya akan membuat pasangan semakin cinta dengan kita. Ehm, enggak percaya? Keluarga Pak Dodik dan Ibu Septi menjadi salah satu contoh bagaimana beliau merawat hubungan dengan mertua.
Dalam Obrolan Dapur Ibu, pak Dodik mengakui jika bagaimanapun beliau juga menghadapi konflik dengan mertua serta orang tuanya. Konflik tidak begitu terasa ketika tempat tinggal antara keluarga inti dengan keluarga orang tua dan mertua jauh. Konflik lebih terasa ketika memutuskan untuk tinggal mendekat meskipun tidak serumah.
Memperlakukan Mertua Sebagaimana Kita Memperlakukan Orang Tua

“Sebenarnya saya tidak punya hal menarik dengan ini. Konsep di agama saya, Islam itu tidak mengenal kata mertua, yang dikenal adalah orang tua. Tidak ada pembeda antara orang tua yang melahirkan kita, orangtua dari pasangan kita dan orang tua yang mengasuh kita. Mereka adalah orang tua buat kita. Dan terhadap mereka sudah ada protokol.
Kita tidak diperkenankan mengatakan "Uh!" "Wah!", atau keluhan lain semacam itu.
Kita tidak diperkenankan menggunakan nada-nada yang tinggi
Kita tidak diperkenankan mengajak berdebat, bersilang pendapat
Ini enak untuk saya, karena rulesnya jelas. Sehingga saat kita hendak berperilaku seperti itu, maka saya segera memahaminya bahwa itu melanggar values agama, dan saya cenderung untuk tidak melakukannya. “
-Dodik Mariyanto dalam Obrolan Dapur Ibu-
Enggak gampang, ya? Hehehe. Hubungan dengan orang tua sendiri saja tetap rawan konflik dan kita bisa melaluinya. Dengan mertua, dengan orang tua yang telah melahirkan pasangan yang kita cintai dan mencintai kita, tentu, kita bisa mengusahakan untuk menghormatinya. Bukankah kebaikan memang selalu dipaksa pada awalnya?
Cari Persamaan, Jangan Terus Menerus Mencari Perbedaan

Mulailah mencari hal yang sama, Jangan mencari hal yang berbeda. Jangan menunggu perbedaan itu menyeruak menjadi sesuatu yang menggelisahkan baru kita ngobrol.
-Dodik Mariyanto-
Pengalaman kita dengan mertua, tentu berbeda, yang mengakibatkan sudut pandang dan kesukaan yang berbeda pula. Bagaimana jika kita mencukupkan untuk mencari perbedaan dan mulai mencari persamaan antara kita dan mertua untuk dilakukan bersama-sama?
Jika kita sedang belajar memasak dan mertua adalah seorang Ibu yang masakannya dirindukan suami, obrolan tentang resep-resep masakan ala Ibu mertua bisa membangun bonding menantu-mertua yang asik.
Membangun Komunikasi Prinsip Keluarga yang Dianut

Ibu Septi menyebutnya sebagai gamifikasi, dimana beliau mengkomunikasikan perbedaan aturan dan prinsip antara keluarga inti dengan keluarga mertua atau keluarga orang tua.
Hidup berdampingan bersama orang tua bisa menjadi cair dengan membuat kesepakatan. Hidup bersama orang tua bagaikan hidup di negara bagian, ada dua ibu negara. Lakukan konferensi antara kedua Ibu negara. Tentukan dan meminta izin dimana negara bagian kita. Bisa dibuat lebih seru dengan gamifikasi, anak-anak bisa menggunakan paspor untuk pindah dari satu negara ke negara lain. Sehingga anak juga bisa belajar adab, mematuhi ketentuan yang berlaku di negara tersebut.
-Septi Peni Wulandani-
Untuk mengkomunikasikan prinsip dan aturan keluarga yang berbeda, kita perlu megedepankan adab kepada kedua orang tua. Lakukan saat suasana santai dan menyenangkan, seperti setelah makan bersama. Jangan mendebat, apalagi menguliahi orang tua.
Semua hubungan antar manusia ada konfliknya, tidak hanya hubungan antara menantu-mertua. Semoga Bunda yang sedang menghadapi konflik menantu-mertua segera bisa berdamai dan terwujud impian memiliki hubungan yang harmonis antara menantu dan mertua.

Akhir blogpost, ijinkan saya menyitir komentar Eyang Yayah yang bisa kita jadikan pangeling-eling ketika suatu saat kita melakoni konflik dengan menantu atau mertua:
Konflik dengan orang tua itu yang menjadi penyesalan sehingga bisa nangis tengah malam untuk tirakat Perlakukanlah orang tua kita sebagaimana kita ingin diperlakukan kelak oleh anak-anak kita.
Disusun dan diterbitkan oleh Tim Medkom Seknas Ibu Prefesional
Penulis : Mak K
Peresume : Manda
Desain : Wenny
Commentaires