Pepatah cina mengatakan "Perjalanan ribuan mil, selalu diawali dengan langkah pertama", ketika langkah pertama kita adalah keluarga maka cintailah mereka, siapa tahu itu akan menjadi jalan hidup kita selanjutnya.
Septi Peni Wulandani, merupakan sosok ibu yang berhasil menerapkan prinsip pendidikan dimulai dari rumah. Istri dari Dodik Mariyanto ini berhasil mendidik ketiga anaknya melalui penerapan Home Based Education. Keduanya benar-benar menjalankan fungsi keluarga sebagai learning organization. Septi dan suaminya senang membuat family projek. Sejak kecil anak-anak juga dilatih untuk membuat family forum. Setiap orang di dalam keluarga bisa berperan sebagai guru sekaligus murid.
“Di Home Based Education, kami belajar tentang hidup. Jadi jangan dipikirkan harus belajar matematika, bahasa dan lain-lain. Kami belajar struktur berpikir, logika, ketrampilan komunikasi, membuat keputusan, memimpin dan sebagainya. Sehingga bukan mengajar, melainkan belajar bersama, tumbuh bersama anak-anak. Semua guru, semua murid. Kadang justru kami banyak belajar dr anak-anak.” Tutur Septi Peni Wulandani.
"Bukan mengajar, melainkan belajar bersama, tumbuh bersama anak-anak. Semua guru, semua murid"
Passion sebagai ibu rumah tangga yang senang mengelola keluarga, termasuk mendidik anak-anak inilah yang kemudian melahirkan banyak karya-karya pemikiran Septi yang kemudian ditularkan kepada keluarga-keluarga lain di Indonesia. Dengan menjadikan keluarganya sebagai laboratorium mini peradaban, kini Septi telah menularkan banyak teknik pendampingan belajar anak, di antaranya jarimatika ( berhitung), abaca baca ( membaca), jari Qur'an ( mengaji), nirmana ( kreativitas), harimau kecil ( matematika realistik) dll. Seluruh teknik ini merupakan hasil riset dan terapannya untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi anak-anaknya.
Melalui proses pemantasan dirinya sebagai ibu,sebagai istri dan sebagai perempuan tersebut, Septi berhasil merumuskan kurikulum Ibu Profesional. Kurikulum tersebut awalnya dijalankan di rumah dengan trial error selama delapan tahun. setelah itu mulai dibakukan menjadi kurikulum Ibu Profesional yang kemudian berkembang dalam forum pembelajarannya komunitas Ibu Profesional yang diberi nama Institut Ibu Profesional. Kurikulum tersebut dirangkum dalam matrikulasi: bunda sayang- bunda cekatan - bunda produktif - bunda sholehah. Institut Ibu Profesional hingga kini telah memasuki tahun keenam.
Sedangkan pengalaman menjalankan home based education bersama ketiga anaknya , berhasil dirumuskan menjadi kurikulum School of Life Lebah Putih (www.lebahputih.com). Gagasan tentang School of Life Lebah Putih muncul ketika anak-anak sudah makin mantap dengan home based education yang dijalankan di rumah. Septi berpendapat bahwa sudah saatnya untuk membagikan ilmu dan pengalaman keluarganya di rumah ke dalam sebuah bentuk sekolah formal yang membuat anak-anak senang belajar.
Dalam mengelola komunitas dan sekolah tersebut Septi tidaklah sendirian. Ia selalu mendapat dukungan dari suami dan anak-anaknya. Suami dan anak-anak Septi turut andil dalam menjalankan peran publik. Misalnya untuk seminar menyampaikan gagasan-gagasan yang muncul dari dalam rumah, Septi dan Dodik menjadi pembicara , anak-anak Septi yang menjadi support system atau sebaliknya. Selain itu, anggota komunitas juga ikut aktif dalam memegang sistem dan manajemen komunitas secara bergantian. Dengan sistem manajemen yang baik, komunitas-komunitas yang awalnya hanya menarik minat masyarakat sekitar Salatiga, kini berkembang dan membentuk jaringan di 45 kota dan 4 negara setelah di-onlinekan.
Pola penerapan "parental enggagement" yang dibangun Septi di School of Life Lebah Putih ini juga dilirik oleh pemerintah. Kemendiknas mengadopsi sistem yang dikembangkan Septi untuk mendirikan Direktorat Pembinaan dan Pendidikan Keluarga Bindikkel). Pada saat itu, Septi pun dikirim untuk melakukan studi banding ke Ministry of Family, Singapura. Hasil dari studi banding tersebut juga digunakan untuk merumuskan direktorat Bindikkel.
Setiap hal di dunia ini pasti selalu ada masalah, begitupun di komunitas-komunitas yang didirikan Septi. Namun di dalam komunitas tersebut setiap anggotanya bersepakat untuk menjadikan masalah sebagai tantangan dan peluang. Sehingga mindset selalu ke arah positif. ”Kami terbiasa menjemput ujian selama dalam perkuliahan di Institut Ibu profesional ini. Mulai dari program tantangan 10 hari, tantangan 30 hari sampai dengan Project Keluarga 365 hari. Semua itu kami persiapkan dengan ilmu dan pengalaman. Sehingga bila suatu saat muncul tantangan sesungguhnya dalam kehidupan kita/komunitas, semua sudah siap” Papar Septi.
Untuk masalah pendanaan, Septi tidak pernah ambil pusing. Usaha-usahanya di komunitas diawali dengan niatan berbagi, sehingga ia tidak pernah memikirkan untuk memperoleh uang dari mana. Septi pun tak segan-segan menggunakan uang pribadinya untuk mengawali sosialisasi komunitasnya. Sekarang karena teman-teman di dalam komunitas sudah masuk ranah produktivitas, sehingga mereka kreatif-kreatif di ranah produksi, mulai dari membuat buku, membuat produk-produk dan program-program lain.
Komunitasnya tidak pernah menerima bantuan apapun dan Septi berharap juga tidak akan pernah, agar langkah ke depannya tetap independen dengan memanfaatkan generate income komunitas. Septi tidak ingin meminta bantuan tapi ingin lebih banyak memberi bantuan, karena tangan di atas itu lebih bagus untuk ketahanan mental keluarga. “ Kami punya prinsip, Orang/komunitas yang bermanfaat bagi banyak orang sudah pasti kaya, karena Allah sudah pasti akan meletakkan segala kelengkapannya ( rejeki ) di sepanjang jalan peran hidupnya.” Imbuh Septi.
“ Orang/komunitas yang bermanfaat bagi banyak orang sudah pasti kaya, karena Allah sudah pasti akan meletakkan segala kelengkapannya ( rejeki ) di sepanjang jalan peran hidupnya.”
Deretan penghargaan telah diperoleh Septi atas usahanya dalam menyebarkan Home Based Education melalui komunitas-komunitas dan IIP. Di antara sederet penghargaan itu pernah mendapatkan penghargaan Danamon Award kategori Individu Pemberdaya Masyarakat 2006 dan termasuk dalam 10 Yang Mengubah Indonesia, Tokoh Pilihan Majalah Tempo 2007. Perannya dalam mengedukasi perempuan dan ibu-ibu juga mengantarkan Septi sebagai Woman of Entrepreneur, Ashoka Award 2007, Inspiring Women Award tahun 2009 , Kartini Next Generation bidang Pendidikan dari Kemenkominfo 2013, Insan Pendidikan Terpuji 2016 versi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan dan Pengiat Pendidikan Keluarga yang diberikan oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan RI pada tahun 2016. Menurut Septi penghargaan tertinggi nya adalah penghargaan dari Allah yang memberikan pasangan hidup dan anak-anak yang bisa menjadi guru kehidupan bagi Septi, hingga membuatnya untuk terpacu terus belajar dan berkarya.
Setelah semua kesuksesan yang ia bagi dengan keluarga dan teman-teman komunitasnya, Septi juga masih mempunyai mimpi besar. Diusianya yang memasuki 43 th, Septi akan membuat komunitas Jelita ( jelang limapuluh tahun) dan Alita ( atas lima puluh tahun) . Sementara IIP sudah akan dipegang oleh ibu-ibu muda usia produktif ( 20-40 th) agar banyak keluarga muda nanti memiliki orangtua dan mertua yang paham bagaimana mendidik cucunya dan bersikap dengan keluarga anaknya.
Sumber tulisan:
http://harkatnegeri.org/index.php/inspirasi/sosok/105-septi-peni-wulandari-inspirasi-ibu-profesional-masa-kini.html
Sumber foto:
Koleksi pribadi, foto agus wahyudi dan foto panitia seminar Ibu Profesional Jakarta
Comments