top of page

MENGENAL INISIATOR IBU PROFESIONAL

Updated: Nov 23, 2017

Kalau syair arab mengatakan bahwa "Ibu adalah madrasah utama dan pertama bagi anaknya" maka bagi Dodik Mariyanto, "Suami adalah madrasah utama dan pertama bagi istrinya"



Dodik Mariyanto, ayah dari 3 orang anak ini memiliki komitmen sejak awal bahwa menikah itu tidak hanya menyatukan dua individu yang berbeda melainkan membangun sebuah tim yang akan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada seluruh umat dan alam semesta.


"Menikah itu tidak hanya menyatukan dua individu yang berbeda melainkan membangun sebuah tim yang akan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada seluruh umat dan alam semesta"

Dilahirkan di kaki gunung Merbabu,Salatiga. Kota kecil yang terkenal sejak dulu sebagai "Indonesia Mini", dikarenakan  beragamnya suku,ras dan agama yang hidup berdampingan dengan damai di kota tersebut.


Semangat harmoni dalam keberagaman sangat mewarnai hari demi hari tumbuhnya seorang Dodik Mariyanto. Hal inipun sangat terlihat dari bagaimana ia memimpin keluarganya. Dodik memberikan ruang yang cukup luas kepada anak-anaknya tentang arti sebuah " perbedaan". Sehingga salah satu motto di keluarganya yang melekat di pribadi setiap anggotanya adalah "good is not enough anymore, we have to be different"

Saat ini baik saja tidak cukup, kita mesti beda.

Motto ini sangat membekas dalam setiap langkah keputusan yang diambil oleh ketiga anaknya.


"good is not enough anymore, we have to be different"

Enes Kusuma (21 th) sejak kecil selalu diajak untuk belajar mengambil keputusan untuk dirinya sekecil apapun. Misal untuk   makan, Dodik mempersilakan Enes untuk memilih hidangan yang ada di meja, mau makan nasi saja, tempe saja, lauk saja, dicampur semua, atau tidak makan. Enes diajarkan untuk bertanggungjawab atas pilihannya. Kalau sudah memilih maka harus bertanggung jawab untuk menghabiskan. Apabila memilih tidak makan, maka dipersilakan mengikat makna pilihannya dengan puasa. Demikian juga ketika Enes masuk usia sekolah, maka Dodik mensurvey terlebih dahulu 3 sekolah yang cocok dengan value keluarganya, kemudian Enes diberikan kesempatan untuk memilih. Mau sekolah A, B, C atau tidak sekolah. Dodik berprinsip bahwa yang wajib bagi anak adalah Iqra'(baca) dan thalabul 'ilmi  (menuntut ilmu), kedua hal tersebut bisa dilakukan dimanapun, tidak hanya sekolah formal, bisa non formal maupun informal. Apapun pilihan Enes, maka Dodik akan mengatakan ya.


Enes kusuma menempuh pendidikan dasar dan menengah di berbagai jalur mulai dari formal, non formal dan informal sampai akhirnya ia memutuskan untuk menempuh pendidikan tingginya di Singapore dan menyelesaikan program S1 nya di bidang finansial pada usia 18 th. Lulus kuliah langsung diminta untuk belajar menangani analisis finansial di sebuah perusahaan garmen muslim terbesar di Bandung selama 2 tahun, kemudian mulai belajar membuat usahanya sendiri yang ia beri nama "Busana Eneska". Kini anak sulung Dodik Mariyanto tengah menekuni sistem manajemen finansial dan sistem pendidikan dengan terjun langsung sebagai pengelola School of Life Lebah Putih di Salatiga, yang baru saja terpilih sebagai sekolah keren nasional versi kemendikbud tahun 2017 ini.


Ara Kusuma (20 th) anak kedua Dodik Mariyanto, juga mengalami pendidikan yang tidak beda jauh dari kakaknya. Menempuh jalur formal dan informal, kemudian lanjut pendidikan tingginya di Singapore dan menyelesaikan program S1 nya di usia 18 th dengan program beasiswa.

Kini Ara Kusuma membuat usaha sendiri yang dia beri nama URTravelearner, sebuah program perjalanan yang menghubungkan antara sumber ilmu dengan para pencari ilmunya dengan media travelling.



Lain cerita dengan anak ketiga Dodik Mariyanto, Elan JM (14 th). Dari kecil Elan JM memilih jalur informal untuk pendidikannya. Dia adalah seorang pembelajar mandiri, menentukan ilmu yang akan ditekuninya dan silaturahim  mencari sumber ilmunya, demikianlah cara Elan JM belajar. Kini ia tengah menekuni ilmu di bidang data technology dengan cara menempuh jalur kuliah online di University of California San Diego.


Satu hal pembelajaran unik yang diterapkan oleh Dodik Mariyanto ke anak-anaknya adalah, apapun pilihan jalur pendidikan yang dipilih anak-anak, Dodik sudah menetapkan indikator di rumah untuk melihat apakah perjalanan pendidikan anak-anaknya ini sesuai jalur pendidikan keluarga (on track) atau keluar dari jalur pendidikan keluarga ( off track ). Beberapa contoh Indikator yang ia tetapkan sebagai imam keluarga yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dunia akherat anaknya adalah sebagai berikut:


1. Fitrah keimanan

Iman, akhlak, adab, bicara. Apakah jalur yang dipilih anak-anak ini menambah baik iman, akhlak, adab dan bicara anak-anak? 


2. Fitrah Belajar

-Rasa ingin tahu terhadap ilmu (intellectual curiosity)

- Kreativitas dan imajinasi (Creative Imagination)

- Seni untuk menemukan sesuatu (Art of discovery and invention)

- Akhlak Mulia (Noble Attitude)


Apakah keempat hal tersebut di atas makin berkembang baik pada setiap jalur pendidikan yang ditempuh anak-anak. Kalau jawabannya ya berarti lanjut, kalau tidak berarti ada yang perlu dikonsolidasi ulang.




Dalam mendampingi anak-anak belajar,  Dodik menetapkan satu metode belajar yang dirasakan oleh ketiga anaknya, yaitu metode pembelajaran berbasis projek.

Dodik menstimulus anak-anaknya untuk memiliki ketrampilan bertanya. Ia yakin bahwa anak-anak yang bisa membuat pertanyaan itu berarti sudah bisa menemukan 50% jawaban. Saat anak-anak berusia 10 th ke bawah, Dodik dengan sabar meladeni semua pertanyaan anak-anak tentang apapun dengan metode 5W1H dan mereka memiliki kode-kode jari unik untuk mewakili setiap pertanyaan anak-anak. Contoh apabila melihat gunung dan Dodik mengeluarkan jari-jari tangannya, maka anak-anak secara bersahutan membuat pertanyaan seputar gunung tersebut. Disamping mengasah rasa ingin tahu anak, belajar membuat pertanyaan ini juga mengasah pola struktur berpikir anak-anak. 


Saat anak-anak menginjak usia 10 th ke atas, maka Dodik mulai melatih kemampuan struktur berpikir anak-anak setahap lebih tinggi.

Anak-anak mulai distimulus untuk melihat segala macam issue sosial di sekitarnya dan dibekali 3 macam ketrampilan bertanya yaitu :

a.Mengapa 

b.Bagaimana jika 

c.Mengapa tidak


Si sulung, Enes Kusuma, lebih memilih projek belajarnya dengan konsentrasi di lingkungan hidup. Waktu itu saat usia 11 th, Enes mulai membuat aktivitas anak muda di bidang sampah yang dia beri nama SEMI (Save the Earth More Intensive). Sebagai project officer SEMI, Enes mengajak anak-anak muda di sekitarnya untuk bisa melihat bahwa Indonesia ini tidak punya sampah, Indonesia hanya punya bahan baku yang belum diolah.Sehingga mengolah sampah rumah tangga menjadi produk lain yang manfaat mendatangkan berkah.

Projek Enes berlangsung selama  3 th, dan mengantarkannya terpilih sebagai Young Changemaker dari Ashoka Foundation pada tahun 2009.


Lain lagi projek sosial yang dipilih oleh anak kedua, Ara Kusuma. Konsentrasi pembelajaran Ara lebih senang ke dunia peternakan, mulai dari peternakan sapi, kambing dan kuda. Sehingga ia memiliki nama projek yang lucu sesuai suara ketiga hewan tersebut yaitu  Moo, Mbeeek, Iyeeeek yang dijalankannya satu persatu.


Saat usianya 10 th,  Ara kusuma memulai "Moo's Project" yaitu memberdayakan para peternak sapi agar terinspirasi meningkatkan kesejahteraan diri melalui desa incorporation. Moo's Project ini berhasil mengantarkan Ara sebagai Young Changemaker Ashoka Foundation 2008. Harian KOMPAS menuliskannya sebagai pelopor di usia belia. Tahun 2017 ini Ara Kusuma terpilih sebagai peserta Changemaker Xchange Global di Filipina mewakili Indonesia, dan sekarang Ara Kusuma dilamar oleh Ashoka Foundation sebagai konsultan di bidang komunitas.



Elan JM, sebagai satu-satunya anak laki-laki Dodik Mariyanto, memiliki projek sosial yang tidak kalah menarik. Mulai dari robocycle  (projek robot yang terbuat dari barang-barang recycle, sampai dengan Sobike (School on Bamboo Bike) konsep belajar dimana murid mendatangi guru dengan berkendara sepeda bambu. Projek  SOBIKE ini mengantarkan Elan JM sebagai pembicara termuda di International Conference for Design Sustainability (ICDS) di Jepang tepat saat usianya memasuki 12 th.



Dodik Mariyanto meyakini bahwa setiap anak  itu  lahir hebat, maka kedua orangtuanyalah yang harus memantaskan diri agar layak mendapatkan amanah anak-anak hebat tersebut.

Kalau ada syair arab yang mengatakan bahwa "Ibu adalah madrasah utama dan pertama bagi anak-anaknya", maka Dodik memiliki keyakinan bahwa suami adalah madrasah utama dan pertama bagi istrinya.


"Setiap anak  itu  lahir hebat, maka kedua orangtuanyalah yang harus memantaskan diri agar layak mendapatkan amanah anak-anak hebat tersebut"

Maka salah satu kunci sukses lulusan Institut Teknologi Bandung ini dalam membangun keluarganya adalah mendidik istrinya dengan penuh kesungguhan.

Dodik memiliki prinsip saat meminang Septi Peni Wulandani bahwa ia ingin kelak anaknya dididik oleh ibunya, bukan oleh orang lain meskipun itu nenek dan kakeknya sendiri.

Maka Septi pun melepaskan peluang menjadi pegawai negeri sipil di sebuah Rumah Sakit Negeri di Semarang yang sudah di depan mata.


Dodikpun mulai melatih sang istri bagaimana merevitalisasi makna ibu rumah tangga, sehingga menjadi salah satu profesi mulia yang dibanggakan oleh  setiap perempuan yang berkeluarga. Konsep Ibu Profesional ia mulai kenalkan ke sang istri lewat piramida ibu, Septi mulai mempelajarinya satu persatu, mulai menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari sebagai seorang ibu rumah tangga, di bawah bimbingan Dodik Mariyanto.




Dodik berhasil mengubah mindset Septi tentang Ibu rumah tangga, sampai akhirnya Septi berhasil membangun komunitas Ibu Profesional, yaitu komunitas para ibu dan calon ibu yang ingin meningkatkan kualitas dirinya sebagai perempuan, sebagai istri dan sebagai ibu. 


Komunitas ini sangat terkenal dengan program belajarnya yang diberi nama Institut Ibu Profesional ( IIP). Institut yang sudah berdiri di 45 kota di Indonesia dan 4 negara di dunia ini, diikuti kurang lebih 13.000 ibu dan calon ibu baik melalui media online maupun offline. Program ini mengantarkan Septi terpilih sebagai Kartini next generation di bidang pendidikan versi kemenkominfo pada tahun 2013.


Sejatinya apabila ibu dan anak berproses berdua dalampendidikan keluarga, mereka pasti akan berkembang baik, maka kehadiran ayah di dalamnya  HARUS membuat kondisi makin baik. 


A leader is a man who knows the way, shows the way ,goes the way

Seorang imam keluarga akan mulai belajar nemimpin dirinya sendiri, memimpin keluarganya, baru memimpin umat.


Sumber tulisan:

Hasil wawancara antara penulis dengan Dodik Mariyanto


Sumber foto :

Koleksi pribadi



Comments


bottom of page