Penulis : Nesri Baidani, Sekretaris Yayasan Ibu Profesional Mandiri
“Literasi dan numerasi adalah ruh pendidikan,” demikian pernyataan Dr. Itje Chodijah, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, dalam Gelar Wicara bertajuk Rethinking Foundations: Challenging Faulty Beliefs in Literacy and Numeracy Practice, yang berfokus pada memperbaiki kesalahpahaman mengenai praktik literasi dan numerasi di Indonesia. Seperti yang disebutkan oleh Dr. Willy A. Renandya, ahli pendidikan dari National Institute of Education dan Nanyang Technological University, setidaknya ada enam kesalahpahaman mengenai literasi yang menghambat pendidikan literasi itu sendiri.
Enam Kesalahpahaman Literasi
Kesalahan pertama adalah menganggap bahwa literasi hanyalah soal membaca. Literasi harus dipahami sebagai kesatuan yang utuh mulai dari menyimak, membaca, berbicara, yang dalam tiap tahapannya akan melibatkan proses berpikir.
Kesalahan kedua adalah menganggap bahwa membaca merupakan proses yang pasif. Faktanya, ada banyak proses kognitif yang terjadi pada saat membaca mulai dari menghubungkan, mengonfirmasi, menganalisis, membayangkan, memperkirakan, meringkas, bahkan sampai menciptakan. Dengan kata lain, membaca sama dengan berpikir kritis.
Kesalahan ketiga adalah menganggap bahwa literasi semata-mata merupakan tanggung jawab guru. Literasi merupakan tanggung jawab kita bersama, sekolah dan komunitas serta pemerintah ikut terlibat di dalamnya.
Kesalahan keempat, adalah menganggap bahwa praktik literasi di rumah tidaklah penting. Faktanya, literasi justru berawal dari rumah.
Kesalahan kelima menganggap bahwa pilihan ganda merupakan cara terbaik untuk mengetahui keahlian literasi anak. Pilihan ganda memberikan pilihan yang sangat terbatas sehingga tidak dapat memberikan gambaran mengenai pemahaman anak. Kita harus mulai menggunakan cara yang beragam untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai pemahaman anak.
Kesalahan keenam adalah menganggap bahwa aktivitas membaca yang menyenangkan (pleasure reading), seperti membaca komik atau membaca novel, bukanlah bagian dari literasi. Kegiatan membaca yang menyenangkan justru mendorong rasa cinta baca yang pada gilirannya akan membuat anak membaca jenis-jenis bacaan yang lain.
Dr. Gillian Kidman, Associate Professor dari Monash University juga menyebutkan bahwa numerasi bukan berarti mempelajari teori-teori maupun konsep-konsep matematika semata. Numerasi adalah menerapkan konsep maupun teori matematika tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Beliau mencontohkan bagaimana seorang ayah mengajarkan anak balitanya menghitung mundur dengan menyebutkan angka-angka yang menyala saat mereka menaiki elevator dari lantai sepuluh sampai ke lantai dasar. Numerasi dapat diterapkan dalam setiap mata pelajaran dan membuat belajar menjadi menyenangkan. Sama seperti literasi, numerasi pun melibatkan proses kognitif yang tidak sedikit dan pada akhirnya juga akan mendukung critical thinking (berpikir kritis).
Ibu Profesional telah menyadari betapa pentingnya mendorong kegiatan literasi dan numerasi dari rumah. Salah satu materi dalam program Bunda Sayang adalah Literasi dan Numerasi, yang pada intinya mengajak para peserta, yang notabene adalah para ibu, untuk menghidupkan literasi dan numerasi dari dalam rumah. Dr. Itje Chodijah sangat antusias begitu penulis menceritakan tentang materi Literasi dan Numerasi pada program Bunda Sayang ini. “Nah, ayo!” begitu beliau menyemangati.
Tidak hanya melalui program Bunda Sayang, Ibu Profesional juga memiliki satu program inovasi yang memang khusus bergerak di bidang literasi, yaitu Kelas Literasi Ibu Profesional, yang lebih dikenal sebagai KLIP. KLIP tidak hanya terbuka untuk anggota Ibu Profesional, melainkan juga untuk siapa saja yang tertarik pada literasi.
Tak dapat dimungkiri, literasi dan numerasi merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Karenanya, tidak heran bahwa keduanya, literasi dan numerasi, merupakan ruh pendidikan. Mengutip Dr. Willy, “The more you read the more you know, the more you read the more you understand, the more you read the more you be critical about what you read.”
Commentaires