Ini adalah sebuah kisah berulang yang memiliki usia bahkan seumur dunia. Di mana seorang perempuan menikah, kemudian hamil, dan tiba-tiba saja dia sudah terbiasa dengan kehidupan seputar rumah bersama buah hati mereka di sepanjang waktu.
Sampai batas waktu tertentu, semua itu nampak seperti sebuah pilihan yang benar-benar bagus. Karena anak-anak memang membutuhkan cinta dan perhatian, khususnya dari ibunya.
Hanya saja bukan itu masalahnya. Harus dipahami oleh semua wanita, bahwa menjadi seorang ibu bukan berarti dia harus menyerah pada impian dan cita-citanya. Tidak berarti bahwa mengubur impian dan cita-cita adalah fardu ‘ain yang harus dilakukan ketika menjadi seorang Ibu.
Namun saya juga tidak sedang mengatakan jika “Aku pasti bisa meraih mimpi,” dan dengan tiba-tiba mimpi itu langsung terwujud begitu saja. Tidak, saya tidak bermaksud mengatakan hal seperti itu. Saya ingin mengatakan bahwa menjadi seorang ibu sama sekali tidak menjadi penghalang bagi seorang wanita untuk mencoba dan terus mencoba.
Sekalipun memang, mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mewujudkan impian tanpa anak-anak, tetapi itu bukanlah hal yang tidak mungkin. Itu bukan hal yang mustahil.
Perjalanan Meraih Impian
Saya mempunyai impian mendapat gelar magister kesehatan. Saat sudah setengah jalan di sekolah pascasarjana, Tuhan menitipkan benih kehidupan. Rasanya sulit, dengan perut yang kian membesar dan jarak kampus dari rumah yang membutuhkan waktu hingga 3 jam berkendaraan umum.
Belum soalan biaya, untuk kuliah, persalinan, dan semua keperluan pasca kelahiran anak. Saya berpikir, mungkin akan melanjutkan kuliah setelah anak-anak tumbuh besar. Tetapi, saya kembali berfikir, mengapa harus menunggu impian itu terwujud setelah anak-anak dewasa.
Dukungan suami turut menguatkan azam, akhirnya saya tak menyerah. Suami saya benar-benar memahami konsep ‘suami siaga’. Kehamilan saya bermasalah. Dokter mendiagnosa plasenta praevia. Istilah medis untuk menggambarkan plasenta yang menutupi jalan lahir, sehingga harus secar.
Alhamdulillah, akhirnya saya berhasil menyelesaikan thesis tepat di hari taksiran persalinan. Bersama lahirnya buah hati, lahir pula impian baru saya. Saya suka membaca, saya suka menulis. Dan saya ingin menjadi penulis besar. Sepertinya sulit, saya punya baby, saya juga mengajar, dan ada segudang pekerjaan rumah yang harus saya kerjakan tanpa asisten rumah tangga.
Awalnya saya ingin menyerah, kemudian memilih mengerjakan hal-hal yang lazim saja. Beruntung, lagi-lagi suami memberikan dukungan ekstra. Sebagai gantinya, kami membuat rencana untuk mengejawantahkan pepatah, “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.”
Mulailah saya merenda kata di pagi buta hingga begadang hampir setiap malam. Dan akhirnya saya berhasil kembali mewujudkan impian. Menulis buku seputar kesehatan ibu dan anak, dari tinjauan ilmu kebidanan dan keperawatan. MasyaAllah, akhirnya sampai hari ini sudah puluhan judul berhasil terbit di beberapa penerbit mayor. Semua atas izin Allah.
Pentingnya Support System untuk Mewujudkan Impian
Saya pikir sebagai manusia, wajar jika ingin maju. Semua wanita memiliki impian dan cita-cita yang ingin dicapai, bahkan ketika seorang wanita hanya ingin sekedar lebih baik, dan sebagai seorang ibu, rasanya itu mejadi jauh lebih sulit. Keadaan ini menjadi lebih sulit karena ekspektasi masyarakat terhadap wanita dan ibu saat ini.
Masyarakat percaya bahwa wanita menikah, punya bayi, membesarkan anak, dan mengurus suami dianggap sudah baik, dan itu dianggap sebagai impian keluarga. Padahal, ketika seorang ibu mempunyai cukup waktu luang, sungguh tidak salah jika dia akan melakukan sesuatu yang menyenangkan untuk dirinya sendiri.
Sudah waktunya untuk menyelesaikan masalah lama ini. Tidak semua orang menikah. Tidak semua orang memiliki suami. Bahkan beberapa orang di antaranya adalah ibu tunggal. Beberapa ibu tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga. Beberapa ibu lainnya adalah seorang pekerja. Tetapi pada dasarnya, semua wanita memiliki satu kesamaan: Wanita adalah sekelompok individu yang penuh tekad dan luar biasa dengan begitu banyak bakat. Dan para ibu bisa meraih mimpi mereka sama seperti orang lain.
Banyak dari kita mungkin merasa ragu untuk mencoba dan berusaha menggapai impian dan cita-cita. Karenanya, mari kita hadapi itu bersama-sama. Sebagai ibu, kita membutuhkan bantuan. Sangat tidak mungkin bagi para ibu akan dapat mencapai impiannya sendiri, karena mereka memiliki anak-anak yang mengandalkan pemenuhan kebutuhan hidup darinya.
Percayalah, sebenarnya itu hampir membuat saya tersandung juga. Tetapi semakin saya melihatnya, semakin saya menyadari bahwa setiap orang membutuhkan bantuan untuk meraih impian mereka. Tidak ada orang yang mencapai mimpi tanpa bantuan orang lain. Terkadang bantuan itu bisa datang dalam bentuk rekan bisnis, dan terkadang, bantuan itu bisa datang dalam bentuk pengasuhan anak.
Saya mencapai impian pertama saya untuk lulus dengan gelar magister berkat suami saya yang berbagi pengasuhan anak dengan saya, seorang profesor luar biasa yang tahu apa yang saya alami dan akhirnya berjuang untuk bersedia menyetujui thesis saya, dan ketekunan saya sendiri.
Saya mencapai mimpi kedua saya dengan bantuan teman-teman yang telah menulis dan menerbitkan buku-buku, teman-teman luar biasa yang membantu saya mempromosikan setiap buku, dan keberanian saya sendiri. Dan, Tuhan semesta mengizinkan dan mewujudkannya.
Tidak ada yang istimewa dari saya. Saya biasa saja, apa adanya, tidak ada yang berbeda. Saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa, yang memutuskan untuk terus berjuang mewujudkan impian dan cita-cita tanpa pernah bermaksud menelantarkan hak dan kewajiban pengasuhan anak-anak, serta suami saya.
Anak saya sudah melihat perjuangan itu. Mereka melihat saya menulis dengan bahagia. Dan mereka sering membuat komentar manis yang membuat saya semakin bersemangat untuk terus bermimpi, lagi dan lagi.
Saya yakin, anak-anak Bunda juga ingin melihat hal yang menakjubkan dari ibunya. Mereka ingin melihat bunda berkarya dengan bahagia. Dan mereka benar-benar perlu melihat ibunya mencapai impian dan cita-cita, hingga patut dijadikan panutan.
Bunda, teruslah mencoba. Hingga engkau lupa, bahwa ada rasa ingin menyerah yang pernah singgah. Teruslah bergerak, hingga engkau lupa bagaimana rasanya lelah. Karena di setiap bara kehidupan, ada kehangatan yang mampu menggetarkan setiap jiwa yang rindu kebahagiaan.
Penulis: Ami Furqon
Tim Medkomnas Ibu Profesional
Comments