Siang itu pukul 12.00, ballroom Indraprasta Hotel Sahid Jaya Yogyakarta mulai dipenuhi perempuan-perempuan dengan busana khas nusantara. Sebagian besar mengenakan pakaian bermotif etnik, namun tak sedikit pula yang mengenakan pakaian adat khas wilayahnya masing-masing.
Gerbang “sugeng rawuh” berdiri megah menyambut para tamu. Di antara keunikan demi keunikan yang mulai nampak, para among tamu dengan dandanan ala Inem Yogya membawa kemeriahan tersendiri. Bukan hal yang mudah berdandan ala Inem, dibutuhkan keberaniaan dan kemantapan hati.
Ada acara apa sebenarnya?
Inilah Konferensi Ibu Profesional (KIP) 2019. Sebuah perhelatan yang dipersiapkan oleh para ibu dan dipersembahkan pula untuk para ibu. Sebuah event yang menarik bukan?
Selama tiga hari dua malam, sesi demi sesi akan dilalui oleh para ibu yang notabene sering dianggap sebagai sosok yang tertinggal oleh zaman. Tentu saja hal itu akan terbantahkan. Bersama tema besar yang diangkat pada konferensi ini, Synergy for Change, kita akan melihat bahwa ibu membawa peran besar dalam perubahan. Betapa di luar sana ada banyak ibu yang telah melakukan perubahan dan membawa dampak yang menginspirasi.
Siapa sajakah mereka?
Seperti apakah perubahannya?
Sabar. Kita nikmati dulu perjalanan ini dengan penuh kekhusyukan. Sekhusyuk para peserta KIP yang hanyut mengikuti sesi opening ceremony. Tarian pembuka dari sanggar Inem Jogja yang sangat inspiratif mampu menarik semua mata. Tidak hanya Inem sendiri yang membawakan tarian lincahnya, namun juga bersama dengan para anak didik sanggarnya, anak-anak dengan talenta luar biasa. Suasana semakin memanas ketika Inem Jogja yang bernama asli Made Dyah Agustina mengajak seluruh peserta untuk mengikuti gerakan-gerakannya. 150an peserta menari bersama mengikuti panduan Inem. Indrapasta Hotel Sahid Jaya semakin riuh dan ceria.
Inem Jogja, seniman jalanan yang memiliki ciri khas dengan make up wajah berwarna putih dan pipi cemong-cemong ini, memiliki keinginan luhur yang pastinya patut diteladani oleh siapa pun. Keinginan untuk berderma kepada sesama. Uniknya, beliau berderma dengan cara yang unik. Yaitu dengan menggaungkan kesenian dan budaya, khususnya Jawa, agar tidak musnah ditelan zaman.
Setelah tarian pembuka dari Inem mampu memanaskan mesin semangat para peserta KIP, acara dilanjutkan dengan pemutaran video KIP. Sebuah video apik yang disiapkan oleh tim media tersebut semakin meletupkan api semangat para peserta. Tak sabar untuk segera melahap materi demi materi yang akan disampaikan oleh para narasumber. Tapi opening ceremony belum usai.
Tidak akan lengkap sebuah opening ceremony pada event berskala nasional tanpa menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tidak tanggung-tanggung, lagu kebangsaan tersebut dikumandangkan dalam 3 stanza yang utuh. Gemuruh nasionalisme dan cinta bangsa menyeruak di ruangan Indrapasta siang itu.
“Baru kali ini Saya menyanyikan Indonesia Raya sambil menangis, ternyata liriknya sangat dalam dan menyentuh.”
Ujar Ibu Septi Peni Wulandani, founder Ibu Profesional dalam sebuah kesempatan setelah sesi pembukaan usai digelar.
Setelah dada bergemuruh karena lantunan 3 stanza Indonesia Raya, acara berlanjut dengan sambutan yang disampaikan oleh Ketua Panitia, mbak Utami Sadikin. Sambutan singkat dari mbak Utami memberikan ruh kepada para peserta untuk bergegas memulai perubahan.
Ruh tersebut semakin dikuatkan dengan sambutan dari Ibu Septi Peni.
“Perempuan merdeka adalah perempuan yang berani menyatakan apa yang ada di hatinya dan ada di dalam pikirannya. Semua yang hadir di sini adalah bagian dari perempuan-perempuan merdeka.”
Dunia terus berubah. Maka ketika panitia KIP mengangkat tema Synergy for Change, maka semua yang hadir di sini telah siap untuk melakukan perubahan. Apapun perubahannya, meski kecil, meski baru rencana ataupun sudah dijalankan.
Sejak 1928, muncul kongres pertama perempuan di Yogyakarta, lalu setelah itu kongres-kongres perempuan tidak ada gaungnya sama sekali. Kini untuk pertama kalinya digelar konferensi yang tidak hanya dihadiri oleh para ibu secara offline, namun juga disiarkan secara online ke seluruh dunia. KIP 2019 adalah konferensi ibu pertama yang diinisiasi oleh Komunitas Ibu Profesional, selanjutnya KIP insya Allah akan digelar setiap 2 tahun sekali dengan berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait.
Melalui KIP, kita jadi semakin yakin bahwa seorang ibu yang utamanya bekerja di ranah domestik, ternyata mampu melakukan perubahan.
Di akhir sambutan, Ibu Septi memanggil dan memperkenalkan para tim pusat Ibu Profesional;
- Koordinator Sejuta Cinta: Siti Munawarah
- KIPMA: Lamia Inayati
- Ketua Resource Center: Nesri Baidani
- Ketua Komunitas Ibu Profesional: Yesi Dwi Fitria
- Rektor IIP: Chika Dzikra
- Sekjen IP: Utami Sadikin
- Public Relation: Ike Fanani
- Direktur R&D IIP: Handayani Retno Hapsari
Setelah memperkenalkan punggawa-punggawa Ibu Profesional, selanjutnya Ibu Septi resmi membuka KIP dengan membunyikan gong sebanyak tiga kali. Demi kelancaran KIP, acara pun disempurnakan dengan doa yang dibacakan oleh Hessa Kartika. Sebuah doa yang menggugah dan menginspirasi.Opening ceremony ditutup bersama dengan sesi penyerahan souvenir kepada para tamu undangan dari BKKBN dan Dharma Wanita Persatuan DIY. Seluruh rangkaian acara KIP 2019 tidak akan berlangsung tanpa ada dukungan dari para sponsorship:
- Wardah
- KIPMA
- dan sponsor lain yang akan kami ulas dalam sesi tersendiri
Selain dukungan dari para sponsor, keberhasilan acara ini tidak lepas dari tangan-tangan para peserta dan seluruh member Ibu Profesional yang mendukung event ini baik secara materiil dan immateriil. Bahkan meski tidak hadir secara fisik, hati dan jiwa para member Ibu Profesional hadir di Yogyakarta. Sesi pertama dari rangkaian Konferensi Ibu Profesional 2019 tuntas dilaksanakan. Ini baru awal. Masih ada banyak cerita dari Hotel Sahid Yogyakarta. Ada keseruan apa lagi?
Tunggu kisah-kisah selanjutnya.
Ditulis oleh: Marita Surya Ningtyas (Tim Media KIP2019)
Commenti