top of page
Writer's picturenjannah577

ITS NOT EASY BEEING A TEACHER


Belajar menjadi seorang guru itu ternyata tidak mudah.


Awalnya aku memulai apa yang aku sukai ini dari mengajar anak-anak di suatu lembaga dakwah. Aku sangat menyukainya, aku sangat senang berada di sana. Aku bertemu orang-orang yang sama sepertiku menyukai anak-anak. Tertarik terhadap hal tersebut dan tertarik untuk menekuni hal tersebut. Tapi karena beberapa pertimbangan aku memutuskan untuk menghentikan langkahku bersama mereka. Kadang rindu itu menerpa diri. Tapi semua yang telah diputuskan harus tetap ku jalani.



Aku pernah menjadi bagian dari pengajar inspiratif IPB Mengajar angkatan 4. Menyenangkan dan aku mendapatkan banyak pengalaman baru. Aku banyak bergaul dengan warga dan guru di daerah sana. Banyak belajar dari mereka. Seketika aku jadi banyak merindu.


Sekarang aku menjadi mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Kini aku mengganti judulnya dengan penelitian sambil kerja. Masa kuliah itu telah usai. Kini aku harus menge”push” diri sendiri untuk bisa bertahan dengan kedua hal ini.

Mengajar anak itu lebih lelah dari penelitian. Trust Me

Ini tahun ke empat aku bergelut dengan “anak-anak” tapi semakin ku dalami semakin banyak karakter anak yang aku hadapi. Dulu mengajar itu sesuatu yang menyenangkan dimana kamu akan merasakan sensasi anak-anak begitu tertarik atas apa yang kamu jelaskan. Dulu mengajar itu menyenangkan ketika ada oranglain yang mengerti sesuatu (atas izin Allaah) lewat dirimu.


Tapi, saat aku menjadi guru privat di tahun keempat ku ini. Aku mulai di hadapkan pada tingkah anak yang MasyaAllaah menguji kesabaran. Pada tahun ketiga dulu aku mengajar aku dihadapkan dengan anak-anak yang nakal tapi tidak senakal ini. Dulu aku bertemu dengan anak yang ketika bimbel tidak pernah membawa kertas ataupun alat tulis. Bergaya layaknya BOS. Tapi aku selalu menang melawannya. Aku akali tingkahnya dengan menulis di meja (meja kursi kuliah yang ada white boardnya). Aku ajak dia menulis di meja dengan spidol white board. Sambil menaruh kakinya di atas kursi yang berlainan dia masih mau mengerjakan soal. Aku pun menjadi pemenang ketika pengajar lain tidak mampu menghadapinya.

Aku selalu di beri kepercayaan untuk menangani murid-murid khusus di bimbel itu pada 2016-2017. Aku menghadapi anak seusia sekolah dasar yang kecerdasannya diatas rata-rata bahkan dia sudah mampu membuat suatu aplikasi android. Dia memutuskan untuk tidak melanjutkan jenjang SD nya karena merasa bosan dengan apa yang dia pelajari. Dan sejujurnya ketika aku berhadapan dengannya aku merasa ngobrol dengan seorang mahasiswa sama seperti ku.

Kita asyik membicarakan fisika, yang saat itu teman-teman seusianya masih awam mengenai hal itu. Seru dan menyenangkan menjadi gurunya saat itu. Meski harus siap selalu dengan pertanyaan yang tak terduga.

Aku kira ini masa kelam, atau tantangan bagi seorang yang handal?



Tahun ini aku dihadapkan dengan beberapa murid baru. Kini aku sudah tidak mengajar bimbel lagi melainkan mengajar les privat. Di sisi lain aku berfikir positif. Nurul ini bagus, kamu akan belajar mendidik seorang anak dengan fokus. Sayangnya aku dihadapkan dengan anak yang membuat bayangan indah itu sirna begitu saja. Tring.

Aku mengajar seorang anak yang sensitif terhadap kata. Sensitif terhadap intonasi dan sensitif terhadap banyak hal. Terkadang aku merasa ini adalah suatu penjajahan dan degradasi harga diri seorang guru. Aku tau ini karena kebodohanku sendiri. Feel so sad.

Ketika aku mengajari matematika anak tersebut sama sekali tidak mau berlatih bahkan memegang alat tulis pun tidak mau. Aku mencoba berbagai cara tapi hasilnya nihil. Sampai suatu ketika dia akan menghadapi ujian dan panik tidak karuan karena belum bisa banyak hal. Sedangkan aku harus mengulang menjelaskan dari awal. Satu minggu tiga kali pertemuan yang aku berikan sepertinya tidak ada hasil apapun. Di hari itu dia menyuruhku bekerja lembur, seharusnya selama 2 jam les dia memaksaku untuk mengajarinya hingga 6 jam. Ketika aku menolak dia selalu mengancam “Kalau nilai ku jelek salah kakak!”. Guru mana yang tidak stress?

Ketika aku melakukan kesalahan dan melakukan hal yang tidak dia sukai dia akan marah hari itu juga mendiamkan ku selama 2 jam pelajaran. Aku terus meminta maaf selama 2 jam sampai dia memaafkan ku dan aku baru bisa mulai mengajarnya hari itu. Jika aku bertindak tegas untuk pulang saja dan membiarkan dia marah, esok hari dia akan menambah kemarahannya dengan mendiamkanku selama pelajaran berlangsung. Kesalahan apa yang membuat dia semarah itu?

Kesalahan kecil seperti aku menjadikan namanya contoh menjelaskan matematika. Seperti R*** akan membeli pulpen dan penghapus.

Aku sering melakukan hal itu terhadap murid-muridku agar mereka mudah mengingat apa yang aku jelaskan. Tapi murid ini kemudian menendang meja belajarnya dan marah.

Ketika ditengah belajar mood nya hancur karena suatu kesalahan. Aku harus mengulang menjelaskan semuanya dari awal kembali. Taat atas perintahnya. Aku merasa sangat di jajah. Aku akan menjelaskan hal yang sama sampai 10 kali tetapi dia akan mengatakan “ga ngerti, ulang dari awal”. Dia akan mengatakan hal yang sama meskipun aku baru membuka mulutku untuk menjelaskan sesuatu. Sampai aku pernah mengajarinya sambil menangis.

Terkadang aku ingin melihat apa yang aku alami tidak dari sisiku saja. Dari sisi kenapa anak tersebut bisa seperti itu, bagaimana keluarga terhadapnya dan sebagainya. Hingga aku merasa, aku ingin menyerah dari murid ku yang satu ini.

Aku hanya seorang mahasiswi yang bercita-cita menjadi seorang pendidik. Tetapi aku melihat diriku disisinya lebih sebagai seorang pembantu. Aku ingin mendapatkan kemuliaan seorang guru tapi aku merasa kemuliaan itu tidak aku dapatkan bersamanya. Hingga aku memutuskan untuk menyerah terhadapnya setelah dia menyelesaikan Ujian Nasionalnya.

Aku akan terus menyusun mimpi ku. Tapi tidak bersamanya. Bukan hanya kondisi itu saja yang membuatku harus mundur. Tapi kehidupan pasca kampus yang harus aku persiapkan.


InsyaAllah penyusunan solusi atas ini akan di ada d post selanjutnya.

Apakah Bunda memiliki saran? Jangan lupa untuk mencantukan komentar :)

102 views1 comment

Recent Posts

See All

1 Comment


Miranti Banyuning Bumi
Miranti Banyuning Bumi
Apr 29, 2018

Mbak, saya merasa terenyuh sekali membacanya, seolah-olah kalo saya pun dihadapkan tantangan seperti itu saya pasti butuh banyak saran dan dukungan dalam menghadapinya. Saya salut sama kesabaran mbak, sekaligus 'greget' dengan tingkah laku anak didik mbak. Saya juga seorang pendidik mbak, di salah satu SD swasta di Bandung. Jadi kurang lebih saya bisa merasakan berada di posisi mbak. Apakah mbak sudah pernah mencoba berbicara dengan orangtua anak tsb? Karena biasanya sumber utama sikap anak adalah dari keluarga. Coba bicara baik-baik terutama ke ibu anak tsb mbak. Semoga dengan pendekatan personal bisa memberi jalan pada solusi ya mbak :)

Like
bottom of page