top of page
Writer's pictureMedia Komunikasi IP

Difabel Bukan Halangan untuk Mengembangkan Potensi Diri

Updated: Mar 9, 2021




Tidak ada yang bisa memilih dilahirkan dalam kondisi yang sempurna atau dengan kebutuhan khusus. Pun aku, tidak pernah aku meminta untuk lahir dalam kondisi difabel Tuli Parsial. Butuh waktu yang lumayan panjang untuk sampai di titik ini, titik dimana aku tidak lagi merutuki telinga yang istimewa dan mengembangkan potensi lain.


Acceptance, Menerima Jika Ada yang Istimewa Dalam Diri


Belasan tahun orang tuaku mencari cara bagaimana menyembuhkan telingaku yang istimewa. Menghabiskan biaya yang tidak sedikit dan psikis yang terus-menerus kecewa karena digempur kegagalan. Setiap kali ada info tabib sakti, orang tuaku akan berusaha membawa kesana, meski berulang kali pulang dengan tangan hampa.


Medio 2010, saat aku sudah duduk di bangku kuliah. Seorang dokter menjelaskan kenapa berbagai macam Alat Bantu Dengar yang sudah dibeli tidak banyak membantu; ada kerusakan syaraf pada bunyi-bunyi konsonan seperti m, n, p, b, sehingga seolah-olah aku hanya bisa mendengar orang-orang membeo.


Sedih? Pasti. Tetapi di titik inilah aku mulai menerima bahwa ada hal-hal dalam kehidupan ini yang tidak bisa kita lakukan. Menerima bahwa aku harus mulai mencari apa yang bisa dilakukan di tengah keterbatasan yang ada. Mencukupkan diri untuk tidak lagi peduli dengan hal-hal yang tidak bisa kulakukan karena keterbatasan pendengaran.


Mulai berani menolak dengan tegas telepon-telepon yang masuk dan menjelaskan keadaanku yang Tuli. Tidak lagi risau ketika orang lain mengirimkan voice note dan terus terang meminta mereka untuk menerjemahkan ke dalam teks jika berkenan. Tidak lagi terpuruk ketika ditolak hanya karena tidak bisa mengikuti intruksi telepon atau suara.


Penerimaan adalah gerbang pertama untuk melihat apa yang bisa dilakukan di tengah keterbatasan. Penerimaan adalah teropong paling jernih untuk menemukan bintang-bintang potensi diri.

Fokus Mengembangkan Apa yang Bisa Dilakukan


Aku mendata apa saja yang bisa kulakukan di tengah keterbatasan pendengaran. Kemampuan apa yang bisa kukuasai tanpa harus melibatkan pendengaran. Waktu untuk mencari memang panjang, tetapi seiring waktu dan berbagai pelatihan, aktivitas yang kuikuti, pada akhirnya aku menemukan apa yang membuatku nyaman; menulis.


Medio 2014, menikah dengan seorang IT Programmer membuatku memasuki gerbang baru; blogger. Aku mulai belajar bagaimana menulis untuk website, bagaimana membangun website, hingga seluk-beluk blogger yang terus-menerus berkembang.


Medio 2016, mengikuti kuliah matrikulasi Ibu Profesional membuatku semakin menemukan potensi diri. Nice Homework yang disajikan dalam Google Classroom membantuku untuk mendata apa saja kelemahan, apa saja kekuatan, apa saja yang bisa kukembangkan.


NHW juga membantuku untuk fokus mengembangkan apa yang kusuka dan kubisa. Ya, Ibu Profesional membuatku semakin mengenali diri sendiri. Keterbatasan yang ada tidak lagi menjadi olok-olok atau sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Keterbatasan menjadi garis yang memaksaku untuk fokus pada apa yang bisa kulakukan.


Akan Selalu Ada yang Mempermasalahkan Keterbatasan, Just Let it Go


Selama menjalani kehidupan ini, aku merasakan bahwa akan selalu ada orang yang mempermasalahkan keterbatasan. Dulu saat masa-masa mencari bagaimana cara menyembuhkan ketulian yang kusandang, orang-orang ini adalah orang yang paling kubenci.


Seiring waktu aku menyadari akan selalu ada yang mempermasalahkan keterbatasan. Akan selalu ada yang mengolok-olok, menertawakan atau mempertanyakan kenapa tidak memakai Alat Bantu Dengar, kenapa tidak memasang implan, kenapa tidak mencoba tabib x di kota y.


Waktu mengajarkan kepadaku, orang-orang yang kelewat peduli ini hanya perlu dijawab dengan anggukan dan senyuman. Just let it go, dan jadikan lecutan untuk terus berkarya.

Widi Utami

Penulis adalah Difabel Tuli yang bergabung dalam tim Medkom Nasional Ibu Profesional.


61 views0 comments

Comentaris


bottom of page