top of page

Resume #JumatKulwapODOP bersama Monika Puri Oktora



Pada Jumat, 9 Februari 2018 kami di grup WA ODOP dapat kesempatan nge-poin seorang teman yang bukunya masuk di jajaran bestseller Gramedia. Monika Puri Oktora dengan bukunya Groningen Mom's Journal (Elex Media, 2017), berbagi pengalamannya menembus penerbit major. Selama hampir 2 jam, dengan sabarnya Monika menjawab 20 pertanyaan dengan 'anak-anaknya' dari teman-teman di grup yang diikuti oleh 77 orang ini.


Terima kasih kepada Ketua Kelas #JumatKulwapODOP Fajar Widyastuti dari Jakarta yang telah menjadi Moderator dan Nurul Fitriyah dari Jepara yang sudah menresume kulwap seru ini.


Yang nggak bisa ikut hadir, jangan sedih ya. Berikut kami bagikan resumenya.


Profil Monika Puri Oktora Monika Oktora, lahir di Padang, 17 Oktober 1987. Masa kecilnya dihabiskan di Bandung. Masa pendidikan sejak TK sampai kuliah ia jalani di kota kembang tersebut.


Ia menyelesaikan studi sarjananya di Institut Teknologi Bandung, jurusan Farmasi Klinik dan Komunitas, yang dilanjutkan dengan Pendidikan Profesi Apoteker di tempat yang sama. Selepas lulus kuliah, Monik sempat bekerja di Jakarta sebelum kemudian akhirnya memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga setelah melahirkan anak pertamanya. Di tahun 2014, ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi master di University of Groningen, Belanda, jurusan Medical Pharmaceutical Sciences. Ia merantau ke negeri kincir angin bersama suami dan puterinya. Saat ini Monik dan keluarga masih berdomisili di Groningen, untuk kembali melanjutkan studi ke jenjang doktoral. Sejak kecil, Monik sudah senang menulis dan membaca semua jenis buku. Ia sering mengisi artikel untuk majalah sekolah sampai buletin kampus. Beberapa buku antologinya yang sudah pernah terbit antara lain:

  • Dear Mama #4 (NulisBuku, 2013)

  • Inspiring Teacher (Biovision Writing Competition-NulisBuku 2013),

  • Kampung Bocah, Kumpulan Kisah dan Hikmah (2012),

  • 30 Days on Fire (Raditeens, 2017),

  • dan Garis Waktu (Inspirator Academy 2017), dan

  • buku solonya terbit Januari 2018 di Elexmedia Komputindo berjudul Groningen Mom's Journal.

Hobinya menulis dituangkan dalam blog pribadinya

Monik dapat dihubungi melalui email: oktora.monika@gmail.com

atau media sosialnya di Instagram @monikaoktora.


Tanya-jawab


#1 Pertanyaan Mittya Ziqroh, Pasaman-Sumatra Barat

a. Bagaimana proses yang mbak Monika lalui sehingga bisa menembus penerbit Elex media? b. Berapa lama proses penyusunan naskah sampai terbit?


Jawaban:
a. Langkah-langkahnya seperti ini:
  • Memiliki naskah yang lengkap

  • Melengkapi data-data/dokumen yang diminta penerbit (tiap penerbit biasanya beda-beda). Secara umum biasanya saat mengirimkan naskah, juga dilengkapi dengan data ini: Sinopsis, jumlah halaman naskah, jumlah gambar, kelebihan naskah, buku pembanding di pasaran, daftar isi, profil penulis.

  • Mengirimkan naskah ke beberapa penerbit.

  • Menerima penolakan dari beberapa penerbit, akhirnya berjodoh dengan Elexmedia

b. Proses penyusunan naskah sampai terbit

  • Naskah mentah ditulis dalam waktu 30 hari saat mengikuti program mentoring menulis online. Tetapi sebenarnya tidak semuanya saya tulis setiap hari pada saat itu. Saya sudah memiliki beberapa tabungan di blog, beberapa di antara saya tulis saat mengikuti ODOP yang awal banget di pertengahan tahun 2016 kalau tidak salah. Yang saya lakukan adalah memiliah-milah tulisan saya di blog yang masuk ke dalam premis dan outline naskah saya.

  • Melakukan proses self-editing pada naskah.

  • Melengkapi data-data kelengkapan naskah (yang saya sebutkan di atas)

  • Setelah naskah saya di-iyakan oleh editor Elexmedia, editor meminta untuk menambah konten dan menghilangkan konten tertentu, jika saya setuju maka akan dilanjutkan prosesnya.

  • Proses proof reading dengan editor sebanyak 3x

  • Melengkapi tulisan pelengkap di buku, seperti kata pengantar, profil penulis, dll.

  • Pemilihan cover

  • Proses cetak

  • Tanda tangan kontrak dengan penerbit

#2 Pertanyaan Intan Rosmadewi, Ciburial - Bandung

a. Berapa lamakah proses mengedit naskah hingga proses cetak?

b. Adakah rencana membuat buku berikutnya?


Jawaban:
a. Sejak di-oke-kan oleh editor sampai terbit kira-kira waktunya 6 bulan. Melalui proses penambahan konten dan 3x proof reading dan editing, serta pemilihan cover

b. Ada mbak, Insya Allah, hehe.. Saya lagi menyelesaikan naskah fiksi sebenarnya. Kumpulan cerpen yang terinspirasi dari kehidupan orang-orang disini, semoga saja bisa cepat kelar, doakan, hehe. Kalau kumcer ini sudah selesai, saya baru pede untuk menggarap novel. Selain itu saya tetap mencoba menuliskan jurnal saya selama di sini, siapa tahu bisa selesai tahun ini jadi Groningen Mom’s Journal part 2☺aamiin

#3 Pertanyaan Liza, Ketapang

a. Modal apa saja yang perlu dimiliki agar buku kita tembus ke penerbit mayor?

b. Apabila memerlukan modal materi, kira-kira kisaran berapa dana yang perlu kita siapkan?c. Butuh latihan menulis berapa lama sampai bisa tembus penerbit mayor dengan kategori best seller?

d. Bagaimana awal mula teteh berlatih menulis?

e. Sekarang saya sedang semangat sekali berkarya. Bisa menulis dan bisa membuat buku adalah mimpi saya. Bagaimana tips, trik, dan pesan agar saya bisa tetap semangat menjaga mimpi ini?


Jawaban:

Salam kenal Teh Liza

a. Tentunya ya naskah yang lengkap. Dan mental baja tidak putus asa ketika ditolak penerbit, hehe


b. Untuk penerbit mayor tidak perlu menyiapkan uang sama sekali. Biaya cetak ditanggung penerbit. Kita juga akan diberi beberapa buah buku sebagai bukti terbit (gratis). Tetapi penerbit akan memberikan harga diskon jika kita ingin membeli buku tersebut langung dari penerbit. Masa iya kita tidak memanfaatkan kesempatan itu? Jadi ya modalnya paling hanya untuk membeli buku sendiri, itu tidak rugi juga. Tergantung mau beli berapa eksemplar.


c. Wah saya tidak ingat, haha.. saya cuma senang nulis saja dari dulu. Tapi memang terasa sih, semakin sering menulis, kemampuan menulis jadi lebih terasah, mulai dari segi penyusunan kalimat, pemilihan kata, pembentukan alur, narasi, dll.


d. Jadi sebenarnya saya bukan latihan menulis, tetapi memang suka menulis. Kalau latihan kan kesannya ada jadwal tertentunya ya. Sejak SD saya memang suka menulis, SMP, SMA, dan kuliah selalu ikut eksta kulikuler atau unit yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis. Jadi tanpa sadar itu terbangun saja. Dari awalnya menulis diary, terus mrnulis blog, dan menjaga konsistensi menulisnya itu. ODOP salah satu cara untuk melatih konsistensi menulis


e. Temukan MOTIVASI TERBESAR atau STRONG WHY-nya kenapa Teh Liza senang menulis dan berkarya, selama tahu alasannya apa, Insya Allah ketika sedang jenuh, maka akan tetap bisa bangkit. Tipsnya: menulis, menulis, dan menulis, hehe.. Oiya dan membaca, membaca, membaca.


#4 Pertanyaan Sundari, Bandung

Apa yang membuat Mbak Monik optimis buku ini akan disukai pembaca? Saya ada keinginan menerbitkan buku namun ragu apakah akan ada yang membeli atau tidak.


Jawaban:

Jujur dulu saat mengirimkan ke penerbit saya juga tidak berfikir apakah buku saya nanti akan disukai pembaca atau tidak, hehe. Jangankan disukai pembaca, saya juga tidak yakin ada penerbit yang mau atau tidak.

Tapi kembali lagi pada niat saya membukukan naskah saya: saya ingin punya suatu cerita yang bisa dikenang untuk dibaca anak-cucu saya kelak, atau bahkan saya baca lagi ketika saya sudah tua (mikirnya jauh amat yak). Jadi saat itu jika tidak ada penerbit yang mau, itupun tidak masalah, saya akan tetap menerbitkan buku saya di penerbit indie. Buku saya ini sebelum berjodoh di Elex pernah saya cetak sendiri. Untuk siapa? Ya untuk saya saja dan keluarga, toh Cuma nyetak 20 pcs. Ketika tidak ada pembaca yang tidak suka pun tidak masalah, saya menerbitkan buku bukan untuk yang mereka kok. Suka/tidak suka itu masalah selera saja. Nothing to lose.


#5 Pertanyaan Ressa Lisdia, Majalaya - Bandung

Apa saja kesulitan terbesar yang di hadapi sebagai penulis? Dan bagaimana cara mengatasinya?


Jawaban:

Kesulitan terbesar.. wah ini nih

a. Melawan rasa malas dan berujung membuang-buang waktu. Atau justru berkegiatan yang kurang bermanfaat, padahal itu bisa menjadi waktu luang menulis. Misalnya kadang saya puny waktu luang yang enak nih. Anak sedang sekolah, di rumah sepi, atau pas malam hari anak-anak sudah tidur. Eh ketika buka laptop untuk menulis, saya malah terdistraksi sama sosmed, baca artikel lain, dll


b. Konsistensi menulis. Kadang susah menjaga ritme menulis dan menyelesaikan apa yang sudah saya tulis.


#6 Pertanyaan Kiki, Jepara

a. Apa motivasi terbesar yang membuat mbak Monik menembus penerbit mayor?

b. Bisakah berbagi tips mbak monik dalam membagi waktu antara menulis dengan aktivitas sehari-hari?


Jawaban:
a. Sudah saya jawab sebagian di pertanyaan Teh Sundari. Motivasi saya sebenarnya saya cuma ingin punya warisan dan kenang-kenangan yang bisa dibaca anak-cucu saya nanti, bahwa dulu kami pernah melewati masa-masa seperti itu di Groningen. Motivasi lainnya sebagai amal jariyah. b. Jadi begini postingan saya di blog yang paling ramai dikunjungi adalah mengenai Bagaimana mengurus visa keluarga ke Belanda. Saya membuat postingan tersebut sebab dulu belum banyak yang tahu bagaimana bisa memproses visa keluarga barengan untuk ke Belanda. Niat saya biar orang lain yang dulu kebingungan seperti saya bisa terbantu karena postingan saya. Ternyata banyak sekali yang bertanya dan malah ketika mereka sudah berhasil ke Belanda bersama keluarga, mereka langsung mengenali saya bahkan berterima kasih. Saya senang sekali bisa membantu. Jadi sejak saat itu tahu bahwa amal jariyah bisa juga melalui menulis, Insya Allah bermanfaat

Nah, saya ini kalau sedang banyak aktivitas dan amanah, saya jadi lebih produktif mengerjakan macam-macam, hehe.. Soalnya saya jadi tidak ada waktu untuk hal-hal yang tidak perlu/tidak penting. Sehingga saya jadi lebih fokus. Kalau masih bisa nulis di sela-sela kesibukan itu karena saya memang meluangkan waktu untuk menulis bukan hanya menyisihkan waktu yang tersisa

#7 Pertanyaan Rella, Malang

a. Sebelum 'berjodoh' dgn Elex, apakah teh Monik keliling penerbit lain dahulu?

b. Apakah teh monik pernah diabaikan/ditolak penerbit? Dan bagaimana antisipasi tidak down saat naskah tak ada kabarnya?


Jawaban:
a. Saya pernah mengirimkan ke Divapress, Mizan, Bentang, Gramedia Pustaka Utama, Grasindo, Stiletto, Qultummedia, hmm apa lagi yaa.

b. Ada yang menolak dalam waktu dua minggu, ada yang dalam waktu sebulan, dan ada yang tiga bulan, ada juga yang tidak memberi kabar. Di Elexmedia sendiri saya pernah ditolak lho, hoho.. Waktu itu editor untuk buku-buku genre saya itu pernah menolak. Lalu saya dengar dari kawan-kawan menulis saya, editor tersebut tidak lama resign. Saya pikir, jangan-jangan dia lagi repot mengurus pengunduran diri. Lalu saya nekat mengirim lagi ke editor baru, eh Alhamdulillah berjodoh, jodoh memang gak ke mana. Antisipasinya: Yakin saja, tidak ada naskah yang jelek, itu hanya masalah preferensi editor dan penerbitnya. Seperti jodoh, kan cocok-cocokan, hehe..

#8 Pertanyaan Dyah Ariani, Bojongsoang - Bandung

a. Agar bisa menerbitkan buku di penerbit mayor, apakah penulis yang mengajukan proposal tulisan terlebih dahulu ataukah memang sedari awal penerbit yang mendekati penulis?

b. Untuk deal honor penulisannya, apakah penerbit besar yang menawarkan angka terlebih dahulu ataukah penulis yang mengajukan besar honor penulisan?

c. Untuk sistem honor di penerbit mayor, apakah sistem beli putus ataukah sistem royalti?

d. Dari disetujuinya judul dan isi buku, butuh waktu berapa lama penulisan satu buku hingga disetorkan ke editor?

e. Ketika bekerjasama dengan penerbit mayor, apakah penerbit menekankan dengan sangat lama proses penulisannya?


Jawaban:
a. Tergantung penerbitnya Mbak. Bisa dicek ketentuan pengiriman naskah penerbit mayor. Ada yang meminta mengirimkan naskah lengkap, ada yang minta mengirimkan synopsis saja dan tiga bab pertama. Kalau masih level penulis pemula kayak saya, saya yang bergerilya mendekati penerbit, hehe.

b. Lagi-lagi karena masih penulis pemula, honor ditawarkan oleh penerbit, kita menerima. Tapi pada umumnya honor (berupa royalty) itu sama untuk tiap buku. Bedanya sebanyak apa buku kita laku. Makin laku ya royaltinya makin besar.

c. Buku saya di elexmedia sistemnya royalti

d. Sudah saya jawab di pertanyaan Mbak Mittya Ziqroh ya. Oiya jadi saya punya naskah lengkap dulu baru mengirimkan ke penerbit. Jadi bukan menawarkan judul dan isi garis besarnya saja baru menyelesaikan naskahnya

e. Enggak juga sih, tidak ada penekanan mengenai rentang waktu. Sejak di-oke-kan oleh editor sampai terbit kira-kira waktunya 6 bulan. Melalui proses penambahan konten dan 3x proof reading dan editing, serta pemilihan cover.

#9 Pertanyaan Liefa, Sidoarjo

a. Jika menggunakan proposal, bagaimana cara membuatnya?

b. Mbak Monik lebih suka fiksi atau nonfiksi?


Jawaban:
a. Hmm.. untuk yang membuat proposal, setidaknya berisi sinopsis, daftar isi, buku pembanding di pasaran, dan kelebihan buku. Tapi tergantung penerbitnya mensyaratkan apa saja di dalam proposalnya.

b. Saya suka membaca fiksi maupun non fiksi. Kalau menulis menurut saya lebih mudah menulis non fiksi, mungkin karena selama ini saya lebih terlatih menulis non fiksi. Tapi saya juga sedang menjajal fiksi nih, hehe.. asyik juga ternyata

#10 Pertanyaan Mira, Bandung

Ada cerita unikkah dibalik tembusnya naskah mbak di penerbit mayor hingga akhirnya menjadi salah satu buku best seller?


Jawaban:
Uniknya.. sepertinya itu tadi, saya pernah ditolak oleh Elexmedia sebelumnya dengan editor berbeda. Saya nekad mengirim ulang naskah saya ke editor baru, eh malah berjodoh.

#11 Pertanyaan Rahmah, Surabaya

a. Berapa lama biasanya naskah dipegang oleh editor? Apakah selama ini "rukun" dengan editor?


b. Motivasi apa yang membuat mbak Monik mau menulis buku sementara sekarang ini dunia serba digital? Apalagi baru-baru ini ada penulis yang merasa tidak adil dengan harga buku yang terjun bebas akibat dijual murah oleh penerbit/toko buku besar.


c. Apakah mba Monik pernah mengalami "writer's block"? Berapa lama dan bagaimana cara mengatasinya?


Jawaban:
a. Proses naskah saya dipegang editor kurang lebih enam bulan. Alhamdulillah rukun, editor saya sangat komunikatif

b. Bagi saya buku tetap tidak tergantikan dengan tulisan digital, heuheu.. Pernah baca quotes apa ya, katanya Selama buku -buku masih ada selama itu pula suatu bangsa akan tetap bertahan. Kalau mau menghancurkan suatu bangsa, hancurkan buku-buku yang ada di sana. Motivasinya sudah saya jawab di pertanyaan Teh Sundari dan Mbak Kiki ya.

c. Pernah. Berapa lama? Kalau bisa jangan lama-lama sih, hehe.

Mengatasinya:

  • Berhenti menulis untuk membaca. Biasanya dengan membaca bisa membuka pikiran kita lagi dan memunculkan ide-ide baru

  • Jalan-jalan ke luar, bisa ke tempat ramai, atau ke alam. Agar pikiran fresh lagi. Bisa sambil mengamati sekitar.

  • Mengobrol dengan kawan-kawan. Dengan mengobrol biasanya suka bermunculan ide dan jalan keluar. Selain menyambung silaturahmi sekalian juga menyambung ide yang tadinya buntu

  • Relaksasi sejenak. Minum teh atau kopi favorit, sambil bersantai dan ngemil, menikmati me time.

#12 Pertanyaan Naris, Pemalang-Jateng Setelah buku kita diterima, apakah ada kontrak tertulis harus menghasilkan berapa buku dalam setahun?


Jawaban:
Tidak ada ketentuan seperti itu sih Mbak. Naskah yang sudah selesai ini dulu saja dipasarkan. Untuk buku berikutnya mungkin bisa menyusul kalau memang ada permintaan dari penerbit.

#13 Pertanyaan Phalupi, Bekasi

a. Apakah mba Monik merasa kecewa atau tidak dengan royalti yang didapat setelah bukunya terbit


b. Apa yang perlu penulis pemula ketahui tentang royalti?


Jawaban:
a. Jujur, karena saya masih newbie banget, ya tidak ada kecewa. Bisa terbit di mayor aja saya sudah senang, royalti ya nilai tambah dari kesenangan yang berikutnya. Kalau sudah jadi penulis beken seperti Tere Liye atau A.Fuadi baru boleh kecewa dengan royalti, haha

b. Biasanya ada fee yang akan dibayarkan dahulu sekian persen saat tanda tangan kontrak dan buku terbit. Selanjutnya per berapa bulan akan dibayarkan sesuai dengan keuntungan penjualan buku. Nah untuk penulis pemula, jangan sampai masalah royalti menghentikan kita untuk menulis, yang penting sudah punya naskah jadi atau belum yang bisa dikirim?

#14 Pertanyaan Handiana Muthoharoh, Kediri- Jawa Timur a. Bagaimanakah proses mbak Monik menemukan "big why" nya dalam dunia literasi?

b. Bagaimana kiatnya untuk mempertahankan alasan tersebut?


Jawaban:
a. BIG WHY saya. Alasan awal saya dalam menulis sebenarnya simpel. Saya butuh tools untuk bisa menampung perasaan saya, kadang untuk menjaga kewarasan saya. Ini beneran lho, bukan lebay, nulis bisa menjaga kewarasan. Dulu waktu masih SMP sampai kuliah saya merasa setiap saya galau, senang, sedih, lalu menulis diary, selesai menulis saya merasa lebih PLONG. Setelah menikah, ternyata dengan bercerita dengan suami adalah cara saya mengungkapkan semua ekspresi, jadilah saya sudah tidak pernah menulis diary lagi. Tapi kemudian tahapan menulis saya naikkan lagi, saya ingin menulis untuk berbagi (selain curhat juga ya). Ternyata beberapa kali nulis di blog mengenai suatu info yang dibumbui dengan sekalian curhat, malah membuat banyak orang merasa tulisan saya bermanfaat. Jadi mudah-mudahan bisa jadi amal jariyah juga. Cerita lengkapnya sudah saya jawab di pertanyaan Mbak Kiki

b. Kalau sudah punya STRONG WHY, Insya Allah meski jenuh dan mentok, akan bisa kembali bangkit lagi.

#15 Pertanyaan Yayang, Purwokerto

a. Apa latar belakang mbak Monik menulis buku Groningen Mom's Journal?

b. Menurut mbak, bagaimana karakter menulis mba Monik yang membuat tulisan mbak berbeda dari penulis lain bahkan bisa menembus best book?

c. Adakah preferensi penerbit Mayor dalam menerbitkan buku, misal lebih cenderung fiksi atau non fiksi? Jika ada alasannya apa? Jika tidak, kriteria apa saja yang menjadi keputusan mereka menerbitkan sebuah buku?

d. Menjadi penulis best seller sangat tidak mudah. Bagaimana cara melatih diri untuk menuju kesana (penulis best seller) adakah hal out of the box yang dilakukan oleh penulis buku-buku best seller, yang tidak dilakukan oleh penulis pada umumnya


Jawaban:
a. Ini agak curhat gapapa yak? hehe Sejak dulu saya memiliki cita-cita untuk menuliskan cerita berdasarkan pengalaman sehari-hari saya. Tapi tidak pernah terwujud. Pengalaman dan momen tersebut akhirnya lewat begitu saja, saya lupa mau mulai dari mana menuliskannya. Nah, akhirnya kesempatan itu datang juga. Kali ini saya tidak mau “kecolongan lagi”. Ketika saya hijrah ke Groningen, Belanda, tentu banyak cerita di baliknya. Ada perjuangan, rasa lelah, air mata, tapi juga ada rasa bahagia, lelah yang terbayar lunas, juga kisah uniknya. Masa pengalaman berharga ini juga tidak membuat saya tergerak untuk menuliskannya menjadi sebuah buku? Awalnya, saya hanya menuliskan pengalaman sehari-hari saya, yang terasa biasa, namun berkesan di blog saya. Saya menulis saja, tanpa memperhatikan bagus/tidaknya, ada yang baca atau tidak, bahkan juga tidak memperhatikan kaidah penulisan bahasa Indonesia yang benar. Saya cuma ingin menuliskan apa yang saya tahu, apa yang saya alami, dan informasi lain yang mungkin berkaitan. Tujuannya tadinya memang untuk pribadi, tapi lama-lama saya pikir, mungkin orang lain juga bisa terbantu atau mendapatkan insight jika membaca tulisan saya. Motivasi lainnya sudah saya jawab di pertanyaan Teh Sundari dan Mbak Kiki ya

b. Wah kalau ini lebih enak nanya sama pembaca, soalnya saya gak bisa menilai tulisan sendiri, hehe

c. Kalau ingin “menembak” suatu penerbit, bisa dikenali dan dibaca dulu buku-buku terbitannya seperti apa. Syarat sebuah buku bisa diterbitkan oleh suatu penerbit mayor, biasanya memiliki kesamaan visi dan misi penerbit tersebut. Misalnya, kalau yang saya tangkap, elex media ini suka sekali menerbitkan non fiksi di bagian pengembangan diri atau tips praktis. Sedangkan mizan lebih cenderung yang bernafaskan Islam.

d. Kalau saya sih sebenarnya tidak menyiapkan diri ke arah sana. Soalnya tujuan awal menerbitkan buku tidak menembak jadi best seller, pokoknya bisa tembus saja sudah Alhamdulillah. Jadi best seller adalah bonus berikutnya.

#16 Pertanyaan Quraeni, Bandung

a. Apakah buku groningen mom's journal ini bercerita tentang pengalaman mbak Monik?

b. Adakah kriteria dari penerbit mayor (elexmedia) jika ingin menerbitkan kisah pengalaman seperti ini?


Jawaban:
a. Iya betul, mengenai pengalaman saya sehari-hari. Dari awal merantau ke Belanda bersama keluarga, sampai menyelesaikan studi.

b. Kriteria lengkapnya saya tidak paham sih, seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Syarat sebuah buku bisa diterbitkan oleh suatu penerbit mayor, biasanya memiliki kesamaan visi dan misi penerbit tersebut. Elexmedia memang banyak menerbitkan buku-buku pengembangan diri dan motivasi. Buku saya genre-nya ke sana

#17 Pertanyaan Wahanten, Tanggerang Selatan

Apakah kiat-kiat yang harus dilakukan untuk para pemula yang baru belajar menulis?

Jawaban:

Menulis-menulis-menulis dan membaca-membaca-membaca. Klise sih, tapi memang itu kuncinya. Tidak mungkin kan seorang penulis mau belajar menulis tapi gak pernah nulis. Aneh juga kalau seorang penulis tidak gemar membaca, kalau tidak, pasti ia tidak tertarik untuk menulis.


#18 Pertanyaan Julia, Probolinggo

a. Berapa lama proses menulis satu buku?

b. Apakah mbak Monik ikut mempromosikan bukunya?

c. Setelah buku ini, apakah mbak Monik akan menulis buku lagi?


Jawaban:
a. Tergantung Mbak. Kalau buku saya yang ini naskah mentahnya selesai dalam waktu 30 hari saat mengikuti program mentoring menulis online. Tetapi sebenarnya tidak semuanya saya tulis setiap hari pada saat itu. Saya sudah memiliki beberapa tabungan di blog, beberapa di antara saya tulis saat mengikuti ODOP yang awal banget di pertengahan tahun 2016 kalau tidak salah. Yang saya lakukan adalah memiliah-milah tulisan saya di blog yang masuk ke dalam premis dan outline naskah saya. Jadi nyicilnya lama, hehe.. tapi begitu sudah tahu mau menulis dengan tema apa, langsung cepat mengumpulkan bahan tulisannya.

b. Iya dong, hehe.. kan biar bukunya laku.

c. Insya Allah, doakan yaa..

#19 Pertanyaan Shanty Dewi Arifin, Bandung

Dalam buku Groningen Mom's Journal ada pertanyaan "Bagaimana anakmu nanti jika kamu sekolah? Apakah kamu sudah memiliki bayangan bagaimana mengaturnya? Apakah menjadi ibu rumah tangga saja tidak cukup bagi kamu yang sudah berkeluarga?" a. Apa jawaban mbak Monik atas pertanyaan-pertanyaan itu?

b. Mengapa mbak Monik sampai menangis mendengar pertanyaan tersebut dan akhirnya merasa tidak bisa menembus beasiswa?


Jawaban:

Wah yang ini panjang juga nih jawabnya, hehe.. agak baper. Untuk pertanyaan: “bagaimana cara mengaturnya?”, tadinya saya masih bisa menjawab dengan rada pede. _Ya saya bilang saya dan suami akan bekerja sama mengatur segala sesuatunya, walaupun jujur saja memang belum ada bayangan. Suami kan akan di rumah dulu (ia tidak langsung mendapat pekerjaan atau kuliah), jadi ia bisa sementara menjaga anak kami. Nanti jika suami mendapat kerja atau kuliah, anak kami sudah bisa masuk sekolah dan daycare._ Saya dan suami sebelumnya sudah pernah kontak dan nanya-nanya ke beberapa student mom yang ada di Groningen. Mereka bilang: semuanya sebenarnya do-able. Dan memang setelah sampai di sini, yang mereka bilang itu betul, semuanya bisa dikerjakan. Jauh dari keluarga malah membuat saya dan suami lebih sigap dan bisa saling support lebih kuat. Untuk pertanyaan mengenai ibu rumah tangga: saya lupa redaksinya seperti apa. kalau tidak salah saya bilang, _bukannya tidak cukup. Mama saya juga ibu rumah tangga, tetapi mama saya mendukung saya untuk lebih maju lagi. Jika bisa, kenapa tidak?_ Cuma saya jadi tiba-tiba pengen nangis karena memang ingat Mama saya. Mama saya dulu pun sempat “mengorbankan” cita-citanya ketika punya anak kecil-kecil, jadi saya tahu persis perasaan Mama saya, dalam hatinya mungkin ingin ini itu, tapi kondisi waktu dulu tidak semudah sekarang untuk ibu-ibu banyak beraktivitas. Saya baru ngeh, oh ini toh rasanya jadi ibu tapi masih kepingin punya cita-cita macam-macam. Di sisi lain, saya juga takut merasa terlalu ambisius, buat apa susah-susah kuliah ke negeri orang coba? Kan kasihan anak. Galau gitu deh Teh, haha.. _Tapi ya Allah tidak akan memberi jalan kalau kita memang tidak sanggup menghadapinya kan?_ Habis mewek ya saya kan jadi ragu, takut gak keterima beasiswanya. Takut dianggap ini lemah amat baru juga ditanya gitu doang eh nangis. Untungnya pertanyaan berikutnya tentang perkuliahan, rencana penelitian, latar belakang pendidikan dulu dan kaitannya sama S2, jadi bisa-lah rada tenang menjaga emosi sambil ngusep-usep air mata tersisa.


#20 Pertanyaan Ayu, Gresik

a. Apa tipsnya agar bisa menembus penerbit mayor?

b. Bagaimana mengelola perasaan ketika karya kita ditolak dan mendapatkan respon yang kurang baik dari penerbit mayor?

c. Konten seperti apa yang membuat penerbit mayor tertarik?


Jawaban:
a. Tipsnya: punya naskah lengkap, punya data pendukung kelengkapan naskah (yang sudah saya sebutkan di atas), dan kirim-kirim terus tanpa putus asa. Kalau direspon lambat, tanya lagi dua minggu kemudian, sampai dia editor bilang NO, baru berhenti. Tapi jangan berhenti mencoba ngirim ke penerbit lain

b. Ya sedih pasti ada. Tapi saya selalu ingat perkataan yang membesarkan hati saya: bukan naskahnya yang jelek sehingga ditolak penerbit. Mungkin memang gak cocok saja sama tema/keinginan editor&penerbit. Kalaupun tidak bisa terbit mayor, masih bisa jalan untuk menerbitkan indie.

c. Konten apapun tidak masalah yang penting punya visi dan misi yang sama penerbit.

Pesan penutup


The last say Monika berpesan melalui voice note:

“Langkah besar pada awalnya berasal dari langkah-langkah kecil. Bisa jadi berupa tulisan yang kita fikir pada awalnya tak seberapa. Namun, suatu ketika akan berguna juga. Bisa jadi akan masuk menjadi badan Naskah yang mampu terbit. Hanya perlu konsisten menulis. Bersama ODOP langkah-langkah kecil itu bisa dititihi“.


GiveAway

Udahan nih? Gitu aja? Nggak dong... Monika juga mau berbaik hati mengadakan Give Away 2 bukunya untuk para peserta Kulwap. Berikut ketentuannya. Ketentuan Give Away #JumatKulwap

  1. Tulisan minimal 250 kata tentang kesan dan apa yang dipelajari dalam kulwap

  2. Tulisan dipublish di blog atau IG atau FB pribadi. Lengkapi dengan #JumatKulwapODOP

  3. Link tulisan dikumpulkan di tread [GA #JumatKulwap bersama Monika] paling lambat hari Kamis, 15 Februari 2018.

  4. GA hanya untuk peserta grup WA ODOP yang mengikuti Kulwap di grup WA.

  5. Ongkir ditanggung pemenang.

  6. Link tulisan bisa dishare di kolom comment di grup FB ODOP #ODOPfor99days #JumatKulwap #GroningenMomsJournal #MonikaPuriOktora #GiveawayGMJ

Demikian #JumatKulwap kami bersama Monika Puri Oktora, anggota ODOP angkatan pertama. Pantengin terus website ini untuk mendapatkan resume Kulwap kami selanjutnya. Terima kasih dan semoga menginspirasi.


218 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page